Search This Blog

Introduction

Bermula dari dirangkai. Titik demi titik dirangkai menjadi garis. Garis demi garis dirangkai menjadi huruf. Huruf demi huruf dirangkai menjadi kata. Kata demi kata dirangkai menjadi kalimat. Kalimat demi kalimat dirangkai menjadi alinea.

Sunday, August 22, 2010

What Diah Has Authored: Angin Malam

Malam terengah-engah beranjak dari peraduannya. Bintang-bintang berlomba membiaskan cahaya senyuman dari kejauhan. Tak luput bulan malu-malu menyembul dari balik awan. Angin berputar-putar mengitari padang rumput, menggoyang-goyangkan bunga hingga bijinya mencium tanah dan mengirimkan semerbak wewangian ke penjuru dunia. Angin terus berlari melintasi kamar berpenghuni seorang gadis yang sedang resah menunggu balasan SMS dari sang kekasih, sekumpulan anak beriringan bermain ular-ularan dengan riang gembira, seorang ibu yang sedang mengajari anaknya membaca di ruang tamu sebuah rumah yang dikelilingi taman asri, seorang bapak tua yang memohon dengan sangat mengiba jalan kemudahan supaya hutang-hutangnya terbayar di sebuah rumah tuhan. Angin terus berlari sampai ke bibir pantai lantas luluh ditelan deburan ombak.

Also Available at Media Sastra

Sunday, August 15, 2010

What Diah Has Authored: Segulung Penyesalan dari Masa Lalu

Tangisku tak berkesudahan, semenjak tempat menaruh hati melabuhkan cintanya pada dara lain. Dia yang menjadi tambatan hati dalam suka dan duka tak kunjung hadir di tempat bisa kami mempercepat waktu. Hari pertama kunanti, kedua, ketiga, keempat tak juga hadir.

Ketika sudah jemu memandang awan beriringan seraya mengharapkannya, hendak kembali ke peraduan, aku melihatnya tidak jauh dari tempat biasa kami sedang berbuat seperti sediakala kami lakukan dengan dara dari negeri seberang. Bercumbu-cumbuan, bercinta-cintaan, merayu-rayuan, bersuka-sukaan, tiada henti.

Aku baru menyadari, hidup ini berisi kemunafikan dan kebohongan belaka. Aku merasa hidupku tidak lagi layak. Aku menyesal. Mengapa aku yang dijadikan tujuan dalam melampiaskan dorongan hatinya. Aku terbuai dengan segala apa yang ada dalam dirinya. Aku terlalu mempercayakan diriku kepadanya sepenuh hati.

Kini pupus sudah harapan dan impian yang memacu semangat hidup. Mati dalam kehidupan. Terpuruk dalam kemasygulan. Tenggelam dalam kekecewaan. Penyesalan menghantui diri. Jiwa mengalir duka bersama waktu. Lambat-lambat, kutarik ragaku dari dunia luar. Kututup pintu hatiku rapat-rapat. Sendiri dalam kesepian.

Masa dibiarkan lepas lalu seperti sungai mengalir tanpa batas. Musim tanam berganti musim panen. Musim hujan kembali datang. Aku masih tetap pada pendirianku. Keyakinanku untuk tidak menyibak lembaran baru. Terlalu hati sakit untuk disembuhkan. Kepercayaanku, kesetiaanku, kasih sayangku kepada lainnya punah.

Sampai pada seorang perempuan tua melangkah perlahan dan tertatih-tatih melewati peraduanku. Dia berdiri di hadapanku. Menatapku. Membuat kepalaku yang menunduk terangkat pelan-pelan. Hujan sangat lebat namun tak setitik air membasahi tubuhnya. Dia menyenandungkan alunan suara merdu ke seluruh pelosok:

Oo, ratna dewi muda
Padamkan muram wajahmu
Bangkitkan kembali kekuatan jiwa bahagiamu
Sia-sia sudah perjalanan susah hatimu

Oo, mawar belia cantik
Keringkan hatimu dari derita kecewa berkepanjangan
Bebaskan belenggu senyap yang mengurung dirimu
Percuma habis kemurungan batinmu
Lihatlah sekitar semesta
Cinta agungmu tidaklah sepadan
Banyak kasih berbalas kasih
Cinta putih sucimu berakhir menjadi riwayat
Tamat sudah cinta abadimu
Hikmah dipetik sebagai petuah bagi anak cucu
Mari rengkuh kembali dunia alam raya
Temukan ketentraman sejati dalam setiap insan

Aku terenyuh mendengarnya lantas terdiam sesaat. Untaian kata-kata yang ke luar dari mulutnya yang berkerut jelas-jelas menyentuhku. Aku masih diam terperangah ketika perempuan tua itu menjauhi peraduanku. Sadar-sadar, perempuan tua telah menghilang di kelokan.

Aku telusuri kata demi kata yang terus membekas dalam benak. Aku menyelami kehidupan penuh sia-sia selama ini. Janji-janji yang tidak mendatangkan budi baik pada masa lalu akan kuhapus dalam kenangan. Cinta suci ini akan kupupus demi hati yang rindu kebahagiaan.

Lama kelamaan aku mencoba menapaki jalan hidup baru. Aku kembali menjadi bagian dari alam semesta segera setelah persuaanku dengan perempuan tua bijaksana.

Tujuh musim berlalu, akhirnya aku menemukan pencurah hati yang datang dari balik bukit.


Jakarta, January 2001

Also Available at Kompasiana

What Diah Has Authored: Kisah Perjalanan Cinta

Telah kutemukan cinta di sudut ruang hatinya tanpa sengaja. Cinta yang tak pernah kucari datang dengan sendirinya dengan membawa berkah dan harapan. Cinta mengalir dari ujung ke pangkal jiwa tanpa syarat, apa adanya. Tak ada keraguan untuk saling berjanji mengikat. Tak satu pun yang menghalangi gelora cinta yang menggebu-gebu. Cinta menjadi alasan menepis prahara. Asmaraloka dijelajahi demi merajut kasih dan mewujudkan selimut kebahagiaan. Musim demi musim selalu diisi dengan kebersamaan tanpa kehadiran yang lain.

Kata hati, perasaan, hasrat jiwa, dorongan batin, saling ditelisik untuk melenyapkan keresahan hati dan menemukan ketengan jiwa. Selama cinta ada dalam sanubari, percaya adalah kunci utama menumpas kecemburuan. Dengan cinta, luka yang tergores mampu terobati. Denga cinta, hati gelisah sirna setelah berada di sisinya. Meski saling berjauhan, cinta selalu hadir karena telah menyatukan jiwa, darah, rasa, batin dan isi pikiran. Cinta membuat buta dan gila, apa saja dilanggar, sampai dosa pun direnggut.

Setelah buih-buih kehidupan diarungi bersama sepanjang milyaran menit, cinta mencapai titik jenuh. Dewi cinta sudah tidak lagi menaungi jiwa. Tak ada lagi panggilan sayang. Satu sama lain mengabaikan kekalutan perasaan. Kepercayaan direnggut karena kebohongan-kebohongan mulai meradang. Jiwa, darah, rasa, batin, dan isi pikiran bercerai, yang satu mengikuti arah mata angin utara, yang satu lagi selatan. Perjumpaan merupakan derita yang menyesakkan hati. Sucinya cinta berubah menjadi luka yang menyakitkan. Telah habis kekuatan lahir dan batin menopang cinta untuk tetap bertahan. Tidak ada usaha lagi untuk merekatkan kembali tali cinta yang telah terputus.

Akhirnya, dengan segenap perasaan yang paling dalam, cinta memisahkan diri setelah keegoisan-keegoisan muncul ke permukaan. Telah disadari, keegoisan hanya bisa hidup dari cintanya sendiri.

Jakarta, Agustus - September 2000

Also available at: Media Sastra

What Diah Has Authored: Semua Suka VCD Porno

Belakangan ini, Padmo dan petugas tramtib lainnya sedang gencar-gencarnya mengadakan operasi penyitaan VCD porno. Dari terminal sampai perumahan dibabat habis. Operasinya yang berhasil membuatnya menjadi sorotan masyarakat. Sebuah saluran televisi menyiarkan secara langsung pembakaran ratusan VCD yang digelar di lapangan terbuka untuk umum.

“Ini merupakan salah satu upaya mengatasi keresahan masyarakat,” kata Padmo memberikan keterangan kepada pers. “Pemerkosaan akhir-akhir ini meningkat akibat kurangnya penekanan kesadaran untuk melakukan tindakan sesuai nilai-nilai kesusilaan dan cenderung melakukan tindakan amoral. Mengikuti perkembangan zaman, bukan berarti ikut-ikutan melakukan hal-hal negatif yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Secara tidak langsung masyarakat ikut berperan dalam mensukseskan eksploitasi terhadap perempuan jika masyarakat sendiri hanya mengandalkan aparat penegak hukum untuk memberantasnya.”

Padmo menarik napas panjang dan meraba dadanya kemudian melanjutkan, “Kita sebagai masyarakat yang sebagian besar beragama Islam seharusnya sadar perluasan VCD porno akan merusak akhlakul karimah setiap insan yang pada akhirnya merosotkan mentalitas bangsa. Diharapkan di masa mendatang, pemerintah dan masyarakat bekerja sama bahu membahu menghapus segala macam bentuk pornografi sehingga diharapkan masyarakat dapat hidup tenang tanpa kekhawatiran akan adanya pelanggaran nilai dan norma lagi.”

Padmo selesai memberikan pernyataan kepada pers disambut tepuk tangan meriah para wartawan. Dia bangga operasi kali ini sukses dengan gemilang. Dia bergegas menuju kendaraannya. Terasa sesuatu merosot dari balik jaketnya. Dia buru-buru menahannya tetapi terlambat. Satu keping VCD porno yang paling panas meluncur ke tanah. Suaranya yang bergemerincing menarik perhatian sekitarnya. Semua mata tertuju pada Padmo, begitu pula kamera yang belum dimatikan. Diurungkan tangannya yang setengah menjulur meraih. Dia bingung tidak tahu harus bagaimana lagi.

Jakarta, February - Maret 2002

Also Available at Media Sastra

Thursday, August 5, 2010

What Diah Has Translated: Isu Khusus Disability Studies Quarterly

Topik: Komunikasi Perantara

Editor Tamu: Jeremy L. Brunson dan Mitchell E. Loeb


Individu yang mengalami cacat sering terabaikan tanpa partisipasi penuh di dalam masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini bisa berbeda-beda bentuknya dan memiliki akibat berbeda tergantu jenis disabilitas tertentu dan akomodasi lingkungan yang tersedia.

Individu yang modalitas komunikasinya berbeda dengan masyarakat lain sering tergantung kepada teknologi bantu untuk memfasilitasi komunikasinya atau sebagai perantara komunikasi atas nama mereka untuk berpartisipasi secara penuh di masyarakat. Isu khusus Disability Studies Quarterly akan berfokus pada komunikasi perantara.

Proposal bisa meliputi tetapi tidak terbatas pada:
• Makalah teoritis/empiris
• Komentar budaya/sosial
• Karya kreatif
• Ulasan buku/film
• Analisa Kebijakan/Hukum

Komunikasi perantara adalah wilayah subyek lintas sektoral yang dapat dieksplorasi secara harfiah, seperti penerjemahan bahasa isyarat bagi tuna rungu, penggunaan papan komunikasi dan fasilitas komunikasi bagi individu autis atau individu cacat otak; atau perwakilan yang lebih figuratif/kreatif. Para sarjana dari semua disiplin ilmu didorong untuk mengirimkan abstrak sebelum 15 Desember 2010. Penulis akan diberitahu pada tanggal 15 Januari 2011 dengan tanggal publikasi yang diharapkan pada musim gugur 2011.

Proposal bisa dikirim ke jeremy.brunson@ gallaudet. edu dan mloeb@cdc.gov

Disability Studies Quarterly (DSQ) merupakan jurnal Society for Disability Studies (SDS). Jurnal ini merupakan jurnal multidisiplin dan jurnal internasional bagi ilmuwan sosial, sarjana bidang humaniora, pengacara hak penyandang disabilitas, penulis kreatif, dan lain-lain yang berhubungan dengan penyandang disabilitas. Jurnal ini mewakili berbagai metode, epistemologi, sudut pandang, dan isi yang meliputi bidang multidisiplin studi disabilitas. DSQ berkomitmen untuk mengembangkan pengetahuan teori dan praktek tentang disabilitas dan memajukan partisipasi penuh dan setara para penyandang disabilitas di masyarakat.

What Diah Has Shared: Special Issue of Disability Studies Quarterly

Topic: Mediated Communication

Guest Editors: Jeremy L. Brunson and Mitchell E. Loeb


Individuals who experience disablement are often left without complete participation in the society in which they live. This can take different forms and have varying consequences depending the specific type of disability and the environmental accommodations that are available.

Individuals whose communication modality differs from the rest of society are often dependent on assistive technologies to facilitate their communication or an intermediary to communicate on their behalf in order to fully participate in society. This Special Issue of Disability Studies Quarterly will focus on mediated communication.

Submissions can include but are not restricted to:
• Theoretical/ empirical papers
• Cultural/social commentaries
• Creative works
• Book/film reviews
• Policy/legal analyses

Mediated communication is a cross-cutting subject area that can be explored through literal applications, such as sign language interpreting for deaf people, the use of communication boards and facilitated communication for autistic individuals or individuals with intellectual disabilities; or more figurative/creative representations. Scholars from all disciplines are encouraged to submit an abstract by December 15, 2010. Authors will be notified by January 15, 2011 with an anticipated publication date of fall 2011.

Submissions can be sent to: jeremy.brunson@ gallaudet. edu and mloeb@cdc.gov

Disability Studies Quarterly (DSQ) is the journal of the Society for Disability Studies (SDS). It is a multidisciplinary and international journal of interest to social scientists, scholars in the humanities, disability rights advocates, creative writers, and others concerned with the issues of people with disabilities. It represents the full range of methods, epistemologies, perspectives, and content that the multidisciplinary field of disability studies embraces. DSQ is committed to developing theoretical and practical knowledge about disability and to promoting the full and equal participation of persons with disabilities in society.

Sunday, August 1, 2010

What Diah Has Mini Researched: Dari 'Handicap' sampai Narahandaya: Menyelisik Serba-Serbi Terminologi “cacat”

Membatasi pengertian “cacat” tidak lepas dari manusia dan kemanusiaan. Terminologi “cacat” diperhalus dari masa ke masa untuk menghargai dan memajukan martabat dan hak asasi penyandang cacat yang pada dasarnya setara dengan orang-orang lain. Di bawah ini dijabarkan berbagai terminologi “cacat” untuk memahami lebih lanjut bahwa menyandang cacat bukan suatu aib atau tercela melainkan layak menjadi manusia sepenuhnya:

1. Handicap

Beberapa sumber menyatakan bahwa terminologi handicap muncul pada tahun 1504, ketika Raja Henry VII dari Inggris melihat kenyataan bahwa setelah perang banyak veteran cacat tidak memiliki pekerjaan dan berkontribusi kepada masyarakat. Dia mengizinkan para veteran cacat mengemis di jalan raya Inggris. Dengan topi di tangan (cap in hand) sebagai penadah, jadilah para veteran cacat itu peminta-minta uang.

Asal-usul kata tersebut tidak tepat sama sekali. Terminologi handicap berasal dari sebuah permainan taruhan dari tahun 1600-an yang dimainkan oleh dua pemain dan wasit. Permainan dimulai ketika salah satu pemain menawarkan benda miliknya kepada pemain lain. Setiap pemain memasukkan uang ke dalam sebuah topi, dimana kepemilikan uang tersebut ditentukan oleh hasil permainan. Wasit menentukan dan menaksir perbedaan nilai harga benda-benda tersebut untuk menyetarakan transaksi. Pemain yang menawarkan benda dengan harga yang lebih rendah juga harus membayar sejumlah uang yang ditetapkan wasit.

Di akhir permainan, para pemain memutuskan apakah ingin melanjutkan permainan atau tidak. Jika mereka menyetujui permainan dilanjutkan, wasit mengambil uang tersebut dan pertukaran barang terjadi. Jika mereka tidak menyetujui permainan dilanjutkan, wasit juga mengambil uang tersebut dan pertukaran barang tidak terjadi. Jika salah satu pemain menyetujui permainan dilanjutkan, dia mengambil uang tersebut meskipun pertukaran barang tidak terjadi

Penggunaan terminologi handicap yang berkaitan dengan “cacat” muncul pada tahun 1915, di mana kata tersebut digunakan untuk mengambarkan anak-anak yang memiliki cacat fisik, kemudian pada tahun 1950-an meluas meliputi juga orang dewasa dan cacat mental.

Kebanyakan penyandang cacat tidak menyukai terminologi handicap digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena cenderung mengambarkan citra pengemis, meskipun itu sesungguhnya bukan asal usul terminologi yang tepat.

2. Disability (Disabilitas)

Akhir-akhir ini terminologi disability menggantikan terminologi handicap yang dianggap lebih kasar dan tidak menyenangkan untuk didengar. Disability adalah setiap kondisi yang menghambat individu menyelesaian tugas sehari-hari atau mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan metode tradisional. Terminologi ini sering mengacu kepada fungsi individu, termasuk kelainan fisik, kelainan indera, kelainan kognitif, dan kelainan mental.

Pada tahun 1980, Organisasi Kesehatan Dunia menerbitkan dokumen International Classification of Impairments, Disabilities and Handicaps. Dokumen tersebut menyatakan bahwa kecacatan memiliki 3 aspek yaitu impairment, disability dan handicap. Impairment adalah kondisi hilangnya atau ketakabnormalan struktur atau fungsi psikologis, fisiologis, atau anatomis. Impairment lebih berkaitan dengan masalah struktur dan fungsi tubuh. Disability adalah suatu kondisi keterbatasan atau kurangnya kemampuan sebagai akibat dari suatu impairment untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara yang dianggap normal bagi manusia. Sedangkan handicap merupakan kondisi yang merugikan sebagai akibat dari impairment dan disability yang membatasi individu tertentu menjalankan peran normalnya, tergantung pada faktor usia, jenis kelamin, sosial dan budaya. Handicap berkaitan dengan masalah partisipasi yang dihadapi oleh individu dalam kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan terminologi tersebut, impairment memiliki aspek permanen, disability tergantung pada kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu sedangkan handicap merupakan kerugian yang dihadapi individu dalam menjalin hubungan dengan individu lain. Satu jenis impairment bisa menyebabkan lebih dari dua disability dan mencakup banyak handicap. Begitu pula, handicap tertentu bisa berhubungan dengan beberapa disability yang berasal dari satu atau lebih impairment. Dengan demikian, kecacatan merupakan fenomena kompleks yang mengambarkan kondisi tubuh seseorang dengan masyarakat di mana mereka tinggal.

3. Differently abled

Differently abled berarti manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda. Differently abled yang diakronimkan mejadi diffabled dan dialihbahasakan menjadi difabel merupakan bentuk eufemisme dari “cacat”. Terminologi difabel diciptakan oleh Komite Nasional Partai Demokrat AS pada awal tahun 1980-an sebagai terminologi yang lebih diterima daripada handicapped (atau disabled di Inggris). Difabel menekankan pada kenyataan pada sesungguhnya penyandang cacat mampu menyelesaikan tugas tertentu atau menjalankan fungsi tertentu tetapi dengan cara yang berbeda atau membutuhkan waktu dan usaha yang lebih dibandingkan dengan orang-orang lain.

Motivasi penggunaan terminologi difabel adalah agar masyarakat umum mengarisbawahi lebih banyak aspek positif dari tantangan yang dihadapi para penyandang cacat dibandingkan aspek negatif dari ketidakmampuan dalam menjalankan kegiatannya. Berdasarkan terminologi tersebut, pada hakikinya setiap orang adalah difabel karena setiap orang mampu menjalankan kegiatannya, hanya sebagian orang menjalankannya dengan cara dan waktu yang berbeda.

4. Ketunaan

Kata “tuna” berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti rusak atau rugi. Penyandang ketunaan diciptakan pertama kali oleh Didi Tarsidi, dosen Universitas Pendidikan Indonesia. Dia menyampaikan bahwa penyandang ketunaan adalah frase yang tepat untuk menerjemahkan persons with disabilities karena frase tersebut menggambarkan keadaan yang sesungguhnya yaitu kerusakan, kekurangan atau kerugian tetapi tidak merendahkan martabat. Di samping itu, kata “tuna” merupakan bahasa Indonesia sudah dikenal oleh masyarakat luas.

5. Cacat Menurut UU No. 4 Tahun 1997

Indonesia mengatur hal-hal berkaitan dengan cacat/kecacatan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Menurut pasal 1 ayat (1) undang-undang tersebut, penyandang cacat adalah adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental serta penyandang cacat fisik dan mental.

Definisi tersebut mendapat kecaman dan kritik keras dari berbagai pihak karena memiliki arti sempit yang bernuansa negatif dan mengarah kepada diskriminasi. Penggunaan frase penyandang cacat menjadikan seseorang yang tidak mampu karena kondisi kecacatannya sebagai kaum termarjinalisasi karena kebijakan yang diambil pemerintah selalu menempatkan penyandang cacat sebagai obyek dan tidak terprioritaskan. Oleh karena itu, frase penyandang cacat perlu diganti dengan frase lain yang mengandung nilai filosofis dan lebih konstruktif serta sejalan dengan prinsip-prinsip utama hak asasi manusia.

Semiloka Terminologi Penyandang Cacat Dalam Rangka Mendorong Ratifikasi Konvensi Internasional Hak-Hak Penyandang Cacat yang diselenggarakan di Cibinong pada tanggal 8-9 Januari 2009 telah berhasil mengumpulkan terminologi pengganti penyandang cacat. Terminologi baru tersebut antara lain orang berkemampuan khusus, difabel, insan spesial, penyandang ketunaan, orang dengan kemampuan beda, diferensia, orang dengan tantangan istimewa, orang berkebutuhan khusus, penyandang identitas, dan narahandaya.

Sebagai kelanjutan semiloka tersebut, pada tanggal 19-20 Maret 2010 diadakan focus group discussion terbatas yang hanya dihadiri para pakar dari berbagai bidang ilmu. Focus group discussion tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa penyandang disabilitas merupakan terjemahan yang tepat untuk persons with disability.

Terminologi penyandang disabilitas dikukuhkan kembali dalam pertemuan Penyusunan Bahan Ratifikasi Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Penyandang Cacat yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 29 Maret-1 April 2010. Kesimpulan pertemuan tersebut antara lain bahwa para peserta sepakat mengganti istilah penyandang cacat dengan penyandang disabilitas karena istilah penyandang disabilitas mempunyai arti yang lebih luas dan mengandung nilai-nilai inklusif yang sesuai dengan jiwa dan semangat reformasi hukum di Indonesia, dan sejalan dengan substansi Convention on the Rights of Persons with Disabilities.

Dalam pertemuan tersebut para pihak juga menyepakati agar semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga, media massa dan masyarakat luas mensosialisasikan terminologi penyandang disabilitas sebagai pengganti terminologi penyandang cacat. Dan yang terpokok, pertemuan tersebut merekomendasikan pemerintah dan DPR segera meratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities dengan menggunakan istilah penyandang disabilitas untuk menerjemahkan frase persons with disabilities.



Sumber: Dari Berbagai Sumber

Also Available at: Kompasiana