Search This Blog

Introduction

Bermula dari dirangkai. Titik demi titik dirangkai menjadi garis. Garis demi garis dirangkai menjadi huruf. Huruf demi huruf dirangkai menjadi kata. Kata demi kata dirangkai menjadi kalimat. Kalimat demi kalimat dirangkai menjadi alinea.

Wednesday, May 1, 2013

What Diah Has Copied: 7 Penyandang Difabel Ini Jadi Manusia Cyborg Gara-gara Teknologi


Jakarta - Masih ingat film lawas 'The Six Million Dollar Man' dan 'Bionic Woman' yang diputar di televisi era 80-an? Film fiksi ilmiah itu menunjukkan manusia super karena berotot kawat tulang besi dalam artian sebenarnya. Nah di era modern ini, kecanggihan teknologi fiksi ilmiah ini perlahan terwujud memberdayakan 7 difabel ini menjadi manusia cyborg. Siapa saja mereka?

Manusia cyborg di sini bukan seperti Terminator yang separuh mesin-separuh manusia, namun teknologi yang bisa membuat difabel yang menjadi manusia berdaya, seperti dilansir dari Mother Nature Network (MNN), Kamis (25/4/2013) yang ditulis detikcom Jumat (26/4/2013):


1. Neil Harbisson


Neil Harbisson adalah seniman yang dilahirkan menderita akromatopsia atau buta warna ekstrem yang membuatnya hanya bisa melihat hitam dan putih. Namun karena teknologi, dia kini bisa melihat warna seperti halnya orang normal.

Bagaimana mungkin? Harbisson ternyata memakai alat elektronik mata khusus yang dinamakan 'Eyeborg' yang bisa mengubah warna dari suara seperti halnya suara pada skala musik. Singkatnya, Eyeborg itu bisa 'mendengarkan' warna. Harbisson sangat beradaptasi pada alat ini yang akhirnya membuat otaknya membentuk susunan saraf baru yang membuat dia mengembangkan kemampuan persepsinya itu.

"Pada awalnya, saya harus mengingat nama yang Anda berikan pada setiap warna dan saya harus mengingat catatan. Namun setelah beberapa waktu, semua informasi ini menjadi persepsi," ujar Harbisson yang berbicara dalam ajang Ted.

"Ketika saya mulai bermimpi dalam warna, saya merasa software dan otak saya menyatu," ujar pendiri Cyborg Foundations, yayasan nirlaba yang membantu manusia menjadi cyborg.


2. Kevin Warwick



Kevin Warwick, profesor cybernetic di Universitas Reading, Inggris, sedang mengadakan penelitian Proyek Cyborg dengan sangat serius. Begitu seriusnya sehingga Warwick menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan, menjadikan dirinya manusia cyborg yang komplet.


Warwick telah bereksperimen dengan menanamkan implan elektronik sejak tahun 1998. Ketika dia menginstal microchip di lengannya yang memungkinkan dia mengoperasikan pintu, lampu, pemanas ruangan dan komputer dari jarak jauh bak remote control seiring dia bergerak dari ruang satu ke ruang yang lain.



3. Jesse Sullivan


Jesse Sullivan adalah seorang pakar listrik yang kedua lengannya harus diamputasi karena kecelakaan, dia menyentuh kabel yang beraliran listrik tinggi hingga tersetrum.


Akhirnya Sullivan pun menerima lengan bionik prototipe yang dikembangkan Rehabilitation Institute of Chicago. Lengan bionik itu terhubung dengan saraf cangkokan. Sullivan pun mampu mengendalikan kedua lengannya dengan pikiran, merasakan panas, dingin dan jumlah tekanan yang diterima lengannya.



4. Jens Naumann


Setelah dua kecelakaan menimpanya, Jens Naumann mengalami kebutaan pada kedua matanya. Dia tak pernah berharap bahwa suatu hari dia bisa melihat kembali. Namun impiannya menjadi nyata ketika pada tahun 2002, Naumann menjadi orang pertama di dunia yang menerima sistem penglihatan buatan.


Mata elektroniknya terhubung langsung ke korteks visual melalui implan otaknya. Tak seperti implan cyborg lain, yang menerjemahkan informasi visual dalam bentuk rasa yang lain seperti suara atau sentuhan, Naumann sebenarnya bisa 'melihat' dunia. Walaupun terbatas, hanya melihat samar garis dan bentuk, penglihatannya secara teknis bisa dikembalikan.



Di masa depan, bukan tak mungkin ada sistem penglihatan buatan yang memungkinkan penyandang tuna netra melihat gelombang panjang melebihi persepsi manusia normal. 


5. Nigel Ackland


Nigel Ackland kehilangan lengan saat kecelakaan kerja. Namun, dia akhirnya bisa menerima lengan prostetik robot yang kurang lebih mirip dengan 'Terminator'.


Ackland mengendalikan lengannya melalui pergerakan otot yang masih tersisa di lengannya. Kisaran pergerakannya sangat tidak biasa. Dia bisa dengan bebas menggerakkan lima jarinya untuk menggenggam obyek. 





6. Jerry Jalava


Jerry Jalava adalah contoh sempurna bagaimana Anda tak perlu menjadi pakar robot untuk menjadi cyborg. Anda bisa melakukannya sendiri.


Setelah kehilangan jari dalam kecelakan sepeda motor, Jalava memutuskan untuk menempelkan USB 2 GB ke dalam jari prostetiknya. Memang hal itu tak membuat informasi langsung menyalur ke sistem sarafnya bak film The Matrix, namun setidaknya lebih berguna daripada USB itu hanya digantungkan menjadi gantungan kunci.




7. Claudia Mitchell


Claudia Mitchell menjadi perempuan pertama yang menjadi manusia cyborg saat pertama kali dipasangkan lengan bionik. Lengan bionik Mitchell sebenarnya serupa dengan milik Jesse Sullivan. Lengan ini terhubung dengan susunan sarafnya, memungkinkannya untuk mengendalikan dengan pikiran.


Mitchell pun bisa memasak, memegang bak pakaian kotor, melipat pakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari.




Sumber: Detik.com

What Diah Has Mini-Researched: Relevansi Tujuan Pembangunan Milenium dengan Disabilitas

Pada September 2000, 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk 147 kepala negara dan kepala pemerintahan menandatangani Deklarasi Milenium yang berisi 8 butir tujuan yang menargetkan kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat  pada tahun 2015 pada KTT Milenium di London. Delapan butir tujuan ini disertai dengan serangkaian 18 target dan 48 indikator untuk mengukur tingkat kemajuan pencapaian tujuan itu sendiri. Tujuan dan target saling berhubungan dan harus dipandang sebagai satu kesatuan. Hasil dari tujuan, target dan indikator diberi nama “Tujuan Pembangunan Milenium”.
Meskipun disabilitas tidak disebutkan secara tersurat dalam Tujuan Pembangunan Milenium, terdapat pengakuan bahwa Tujuan Pembangunan Milenium tidak mungkin tercapai tanpa keikutsertaan para penyandang disabilitas.  Pertimbangan hak dan kebutuhan para penyandang disabilitas, termasuk pencegahan penyebab disabilitas, sangat penting jika Tujuan Pembangunan Milenium untuk mengurangi separuh kaum miskin harus tercapai pada 2015.
Secara tersirat, para penyandang disabilitas dimuat dalam 8 Tujuan Pembangunan Milenium beserta target dan indikatornya. Namun, hubungan dan keterkaitan disabilitas dengan Tujuan Pembangunan Milenium tidak terlalu jelas dinyatakan.

Tujuan 1: Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
Para penyandang disabilitas  sering berjuang untuk mendapatkan penghasilan karena adanya diskriminasi pendidikan dan pekerjaan di masyarakat. Hak-hak dasar mereka seperti pangan dan akses layanan kesehatan juga dikesampingkan. Para penyandang disabilitas sering dikenakan biaya tambahan atas layanan kesehatan. Di dunia kerja, ada banyak bukti bahwa penyandang disabilitas lebih sering mengalami kerugian, pengucilan dan diskriminasi di pasar tenaga kerja yang berdampak pada pengangguran. Kalaupun bekerja, mereka mendapatkan penghasilan sedikit, berketerampilan rendah dan tidak memiliki kesempatan atas promosi jabatan. Bentuk paling umum diskriminasi yang dialami penyandang disabilitas adalah penolakan untuk bekerja sama sebagai satu tim sehingga kemampuan dan potensinya sulit berkembang. Data terkait Tujuan Pembangunan Milenium ini,  antara lain:
·         Diperkirakan 80 persen penyandang disabilitas hidup di negara berkembang. Dari jumlah tersebut, 426 juta hidup di bawah garis kemiskinan (ILO, 2007).
·         Di negara berkembang, 80-90 persen penyandang disabilitas usia kerja menganggur (PBB, 2005)
·         Bank Dunia memperkirakan 20 persen kaum termiskin di antara kaum miskin adalah penyandang disabilitas (Bank Dunia, 1999).
·         Kelaparan dan kekurangan gizi, disabilitas serta kemiskinan saling terpaut. Dua puluh persen kelainan fisik disebabkan oleh kekurangan gizi (DFID, 2002).


Tujuan 2: Mencapai pendidikan dasar untuk semua
Tujuan Pembangunan Milenium tidak dapat tercapai tanpa mengikutsertakan anak-anak penyandang disabilitas, tapi mayoritas mereka tidak bersekolah. Perkiraan persentase anak-anak penyandang disabilitas yang tidak bersekolah sangat bervariasi. Pada umumnya, secara tidak langsung atau langsung anak-anak yang tidak bersekolah berkontribusi pada perekonomian keluarga. Hal ini biasanya tidak terjadi pada anak-anak penyandang disabilitas. Namun demikian, korelasi antara berpendidikan rendah dengan disabilitas lebih erat dibandingkan dengan korelasi antara berpendidikan rendah dengan unsur-unsur yang lain seperti jender, tempat tinggal yang kumuh dan kemiskinan. Data terkait Tujuan Pembangunan Milenium ini, antara lain:
·         Sepertiga dari 75 juta anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah adalah anak-anak penyandang disabilitas (UNESCO, 2009).
·         Lebih dari 90 persen anak-anak penyandang disabilitas di negara berkembang tidak bersekolah (UNESCO, 2009).
·         Tingkat melek huruf penyandang disabilitas dewasa sebesar 3 persen (UNESCO, 2009).


Tujuan 3: Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
Kaum perempuan penyandang disabilitas sering mengalami kerugian berkali-kali lipat dan dikucilkan karena statusnya sebagai perempuan dan penyandang disabilitas. Hal ini menyebabkan kaum perempuan penyandang disabilitas menjadi salah satu kelompok paling termarjinalisasi di masyarakat. Hak-haknya atas pendidikan dan kesempatan kerja cenderung ditiadakan. Perempuan penyandang disabilitas yang bekerja sering mengalami perekrutan dan promosi jabatan yang tidak adil, akses yang tidak setara dalam mengikuti pelatihan dan memperoleh kredit serta jarang diikutsertakan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Mereka juga lebih rentan terhadap pelecehan dan kekerasan dibandingkan kaum perempuan tanpa disabilitas. Bagi perempuan yang merawat anggota keluarga penyandang disabilitas, mereka mungkin menghadapi kesulitan terutama karena terbatasnya layanan pendukung. Data terkait Tujuan Pembangunan Milenium ini, antara lain:
·         Hanya 25 persen kaum penyandang disabilitas termasuk angkatan kerja di dunia (PBB).
·         Jumlah perempuan penyandang disabilitas di dunia sekurang-kurangnya 10 persen dari jumlah perempuan di dunia (WHO).
·         Di negara berpendapatan rendah dan menengah, tiga perempat penyandang disabilitas adalah kaum perempuan (USAID).
·         65-70 % kaum perempuan penyandang disabilitas di negara berpendapatan rendah menengah tinggal di pedesaan (USAID).
·         Di beberapa negara, tingkat melek huruf perempuan penyandang disabilitas sebesar 1 persen (UNESCO, 2009).


Tujuan 4: Menurunkan angka kematian anak
Tingkat kematian anak-anak penyandang disabilitas sulit diukur, namun diperkirakan tingkat kematian anak-anak penyandang disabilitas sebesar 80 persen bahkan di negara-negara yang tingkat kematian balita di bawah 20 persen. Anak-anak penyandang disabilitas lebih beresiko meninggal dunia, bukan hanya karena kondisi medis yang mengancam kematian atau kurangnya akses layanan kesehatan, tapi juga karena diabaikan dan dibiarkan meninggal di berbagai budaya. Data terkait Tujuan Pembangunan Milenium ini, antara lain:
·         Lebih dari 70 persen balita meninggal dunia di tahun pertama kehidupannya (WHO).
·         6,9 juta balita meninggal dunia pada tahun 2011 (WHO).
·         Lebih dari 3 juta bayi meninggal dunia di bulan pertama kehidupannya (WHO).
·         58 persen balita meninggal dunia disebabkan oleh penyakit menular, radang paru-paru, diare dan malaria pada tahun 2010 (WHO).

Tujuan 5: Meningkatkan kesehatan ibu
Kaum perempuan penyandang disabilitas menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengakses pendidikan kesehatan reproduksi karena mereka tidak diperhitungkan sebagai orang-orang yang aktif secara seksual. Jutaan perempuan mengalami disabilitas akibat komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Kurangnya dukungan teknis dan tenaga terkait disabilitas, stigma dan diskriminasi serta layanan kesehatan seksual dan reproduksi  menyebabkan penyandang disabilitas mengalami paksaan dalam sterilisasi, aborsi dan pernikahan. Kaum perempuan penyandang disabilitas bisa juga menjadi ibu dan kadang-kadang membutuhkan perawatan khusus selama kehamilan atau dalam hal membesarkan anak-anak. Data terkait Tujuan Pembangunan Milenium ini, antara lain:
·         Rasio kematian ibu di dunia berkurang hampir separuh selama dua dasawarsa terakhir, dari 400 pada 1990 ke 210 pada tahun 2010. Dengan kata lain, tahun 1990-2010 jumlah kematian ibu menurun dari 543.000 ke 287.000, sebesar 47 persen (PBB).
·         Sepertiga kematian ibu disebabkan oleh pendarahan (UNICEF).
·         Dari semua perempuan yang meninggal dunia karena komplikasi terkait persalinan, ada 20 perempuan lebih yang menderita luka-luka, infeksi dan disabilitas (UNICEF).


Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
Penyandang disabilitas merupakan kaum yang rentan terhadap HIV/AIDS karena sering menjadi korban pemerkosaan dan penyalahgunaan zat narkoba namun mereka cenderung tidak diikutsertakan dalam kegiatan penyuluhan dan aksesnya atas layanan kesehatan dibatasi. Di beberapa negara, HIV/AIDS dipandang sebagai disabilitas dikarenakan diskriminasi yang dihadapi oleh penderita HIV/AIDS, dalam hal ini perlindungan hukum dibutuhkan. Pada waktu bersamaan, malaria bukan hanya pembunuh utama anak-anak, tapi juga kadang-kadang menyebabkan kelainan jangka panjang atau disabilitas, yang bisa menyebabkan biaya hidup keluarga dan masyarakat membengkak. Diperkirakan satu dari 10 anak akan menderita epilepsi, gangguan belajar, kelainan visual dan pendengaran, cerebral palsy atau kelainan kognitif akibat malaria. Data terkait Tujuan Pembangunan Milenium ini, antara lain:
·         34 juta orang hidup dengan HIV/AIDS. 54 persennya berhak atas obat antiretroviral pada akhir tahun 2011 (WHO).
·         Pada tahun 2010, terdapat 219 juta kasus malaria di dunia. Diperkirakan 660.000 meninggal dunia, sebagian besar anak-anak di bawah umur 5 tahun di Afrika (WHO).  


Tujuan 7: Memastikan kelestarian lingkungan hidup
Kualitas lingkungan yang buruk seperti sanitasi dan air yang buruk dan bencana alam menyebabkan sakit dan disabilitas. Banyak penyandang disabilitas menghadapi hambatan teknis dan sosial dalam mengakses fasilitas umum seperti sumur dan jamban dan mereka sering tidak dilibatkan dalam kegiatan penanggulangan bencana alam.  Trachoma, penyebab utama ketunanetraan, bisa dicegah dengan mengakses air bersih untuk mencuci wajah dan tangan. Fasilitas sanitasi yang tidak memadai meyebabkan mereka mengalami kekurangan gizi dan sulit keluar dari siklus kemiskinan. Data terkait Tujuan Pembangunan Milenium ini, antara lain:
·         Diperkirakan 80 persen dari seluruh penyandang disabilitas di dunia tinggal di kawasan pedesaan di negara berkembang dan akses layanan yang mereka butuhkan tidak ada atau terbatas (ILO, 2007).


Tujuan 8: Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Kerja sama dan partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat sangat penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Organisasi-organisasi internasional, termasuk organisasi penyandang disabilitas, memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran tentang isu-isu disabilitas, memberdayakan para penyandang disabilitas dan membimbing mereka untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Gerakan disabilitas internasional telah berhasil memobilisasi Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Konvensi ini ditetapkan pada tanggal 13 Desember 2006 dan sampai saat ini telah diratifikasi oleh 130 negara. Data terkait Tujuan Pembangunan Milenium ini, antara lain:
·         Lebih dari 100 organisasi, termasuk LSM internasional, nasional dan daerah, organisasi penyandang disabilitas, pemerintah, akademisi, dan sektor swasta bekerja sama memajukan hak-hak anak-anak penyandang disabilitas di tingkat internasional, regional dan nasional.


Hingga kini, disabilitas masih tidak diikutsertakan dalam setiap wacana seputar Tujuan Pembangunan Milenium, terutama karena lembaga internasional, lembaga donor, pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya belum mengakui disabilitas sebagai suatu isu lintas sektoral dan peran penyandang disabilitas belum diprioritaskan di dalam pembangunan internasional. Hal ini tampak pada kurangnya pengumpulan dan pemantauan statistik terkait disabilitas seperti kemiskinan, kesehatan, pendidikan beserta analisis datanya. Diharapkan di masa mendatang lembaga PBB, pemerintah, LSM dan masyarakat sipil mau meninjau kembali upaya-upaya Tujuan Pembangunan Milenium untuk menjamin para penyandang disabilitas diikutsertakan dalam seluruh kegiatan operasional baik di tingkat nasional maupun internasional, termasuk memantau, mengevaluasi  dan menganalisis data terkait disabilitas.