Search This Blog

Introduction

Bermula dari dirangkai. Titik demi titik dirangkai menjadi garis. Garis demi garis dirangkai menjadi huruf. Huruf demi huruf dirangkai menjadi kata. Kata demi kata dirangkai menjadi kalimat. Kalimat demi kalimat dirangkai menjadi alinea.

Sunday, December 19, 2010

What Diah Has Translated: DEKLARASI JAKARTA

DEKLARASI JAKARTA
Konferensi Regional ASEAN dan Disabilitas
1-2 Desember 2010, Jakarta, Indonesia

Kami, perwakilan berbagai sektor dari 14 negara yang berpartisipasi dalam Konferensi Regional ASEAN dan Disabilitas di Hotel Bidakara, Jakarta, Indonesia pada 1-2 Desember 2010, yang juga diselenggarakan oleh  Disabled Peoples’ International Asia-Pacific dan Persatuan Penyandang Cacat Indonesia serta disponsori oleh Nippon Foundation:

Menghargai dukungan Pemerintah Indonesia dan organisasi disabilitas atas suksesnya penyelenggaraan acara ini dan sambutan pejabat Pemerintah Indonesia sebagai negara tuan rumah KTT ASEAN kali ini,

Mengakui bahwa negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), yang terdiri dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam, terus berkembang demi terciptanya ASEAN Community pada tahun 2015,

Menyatakan permohonan agar Timor Leste menjadi negara anggota ASEAN ke-11 dalam waktu dekat dan akan melaksanakan kebijakan-kebijakan ASEAN,

Menghargai prakarsa ASEAN untuk membahas isu-isu disabilitas dalam Kerangka Strategi Kesejahteraan Sosial, Keluarga dan Pembangunan (2011-2015),

Menyadari, hingga kini, sebagian besar 60 juta penyandang disabilitas yang tinggal di ASEAN masih terpinggirkan di masyarakat dikarenakan rintangan-rintangan fisik, informasi, sikap dan sistem,

Mengakui peran-peran penting Sekretariat ASEAN dalam memfasilitasi pemerintah dan masyarakat umum,

Mengakui syarat-syarat pengarusutamaan sudut pandang disabilitas dalam mekanisme hak asasi manusia ASEAN seperti ASEAN Inter-governmental Commission on Human Rights (AICHR) dan ASEAN Commission for the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC), serta tiga cetakbiru, yaitu Cetakbiru Politik-Keamanan ASEAN, Cetakbiru Ekonomi ASEAN dan Cetakbiru Sosial-Budaya,

Menegaskan kembali pentingnya seluruh dokumen internasional dan regional tentang disabilitas, khususnya, Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Tujuan Pembangunan Milenium, Kerangka Milenium Aksi Biwako demi masyarakat inklusif, bebas rintangan dan berbasis hak bagi para penyandang disabilitas di Asia pasifik (BMF)  dan Biwako Plus Five, lampiran BMF,

Mengakui bahwa dalam dua dasawarsa sejak tahun 1993 para penyandang disabilitas di Asia telah banyak berprestasi dan bahwa dasawarsa baru untuk melaksanakan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dari tahun 2013 sedang dipertimbangkan,

Juga, mengakui pentingnya tema Hari Internasional Penyandang Disabilitas 2010, “Menepati janji: Mengarusutamakan disabilitas dalam Tujuan Pembangunan Milenium tahun 2015 dan selanjutnya”,

Menerima berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor pemerintah, masyarakat umum, sektor media dan bisnis, untuk mulai memperhatikan isu-isu disabilitas di kawasan ASEAN,

Mendesak negara-negara anggota ASEAN untuk menandatangani, meratifikasi dan melaksanakan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas,
 
Terakhir, mengakui peran sentral para penyandang disabilitas dalam mengambil keputusan dan kebutuhan untuk lebih membangun kecakapan para penyandang disabilitas,

Dengan ini menyetujui dengan suara bulat untuk menyatakan sebagai berikut:

1.      ASEAN Disability Forum ditetapkan sebagai usaha bersama multi-pihak, termasuk Sekretariat ASEAN, negara-negara anggota ASEAN, badan-badan pembangunan internasional, lembaga swadaya masyarakat, sektor media, bisnis, kelompok-kelompok akademis, organisasi-organisasi disabilitas terkait dan organisasi penyandang disabilitas serta organisasi-organisasi kelompok mereka.

2.      ASEAN Disability Forum akan menyelenggarakan pertemuan perdananya pada tahun 2011 di Bangkok, Thailand dan akan menyelenggarakan pertemuan tahunan dengan partisipasi multi-pihak.

3.      Sekretariat ASEAN memainkan peran penting dan aktif dalam memfasilitasi pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya demi suksesnya ASEAN Disability Forum, sebagamana disebutkan dalam Piagam ASEAN.

4.      Sekretariat ASEAN mendorong seluruh negara anggota mengadakan peringatan Hari penyandang Disabilitas Internasional di kawasannya.


5.      Negara-negara anggota ASEAN didorong untuk mengarusutamakan sudut pandang disabilitas dalam kebijakan-kebijakan pembangunannya melalui dukungan dan pemajuan ASEAN Disability Forum yang bekerja sama dengan para pemangku kepentingan lainnya, khususnya organisasi penyandang disabilitas.

6.      Mekanisme hak asasi manusia ASEAN didorong untuk mengarusutamakan sudut pandang disabilitas dalam struktur dan kegiatannya untuk memajukan dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas.

7.      Negara-negara anggota ASEAN, bekerja sama dengan para pemangku kepentingan lainnya termasuk organisasi penyandang disabilitas dan lembaga swadaya masyarakat, mendukung  kebijakannya untuk menjamin akses ke masyarakat bagi para penyandang disabilitas atas dasar kesetaraan dengan orang-orang lain melalui dukungan hidup mandiri bagi para penyandang disabilitas, pembangunan sosial inklusif, teknologi informasi dan komunikasi serta teknologi bantu.

8.      Media, terlepas dari skala dan cakupannya, didorong untuk memajukan citra para penyandang disabilitas yang wajar di ASEAN.

9.      Seluruh upaya untuk memberdayakan dan melindungi kaum perempuan dan anak-anak yang dilakukan oleh mekanisme hak asasi manusia ASEAN, pemerintah, masyarakat umum dan sebagainya meliputi kebutuhan kaum perempuan dan anak-anak penyandang dan terkena disabilitas.

10.  Badan-badan pembangunan internasional dan lembaga-lembaga internasional/regional lainnya mendukung pelaksanaan kebijakan-kebijakan disabilitas yang dijelaskan dalam Kerangka Strategi Kesejahteraan Sosial, Keluarga dan Pembangunan ASEAN (2011-2015).

11.  Negara-negara anggota ASEAN, bekerja sama dengan organisasi penyandang disabilitas, lembaga swadaya masyarakat, kelompok-kelompok akademis dan sebagainya, mengembangkan metodologi untuk mendukung para penyandang disabilitas di daerah yang terkena bencana alam dan melaksanakannya.

Rekomendasi

Peserta konferensi ini juga membuat rekomendasi khusus untuk ASEAN Community:

1. Pemberdayaan dan Kemandirian Hidup Penyandang Disabilitas
  • Sekretariat ASEAN mendorong negara-negara anggota untuk menetapkan dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan disabilitas dalam Kerangka Strategi Kesejahteraan Sosial, Keluarga dan pembangunan ke-2 (2011-2015), khususnya yang terkait dengan kemandirian hidup.
  • Negara-negara ASEAN melaksanakan Kerangka Strategi Kesejahteraan Sosial, Keluarga dan pembangunan ke-2 untuk mengembangkan sistem ketahanan komunitas penyandang cacat, termasuk sistem bantuan pribadi dan dukungan-dukungan lainnya untuk mendirikan pusat kemandirian hidup di tiap-tiap negara.
  •  Negara-negara ASEAN mengakui bahasa isyarat sebagai bahasa dan bahasa isyarat nasional dikembangkan oleh komunitas tuna rungu negara masing-masing.
  • Negara-negara ASEAN bertemu dan menjalin hubungan untuk memberikan contoh-contoh yang baik tentang kebijakan-kebijakan dan pelaksanaan-pelaksanaan yang berhasil.
  • Negara-negara ASEAN menyadari pengarusutamaan penyandang disabilitas ke dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakannya, dengan bekerja sama dengan organisasi penyandang disabilitas.
  • Organisasi penyandang disabilitas dan lembaga swadaya masyarakat bekerja sama mengembangkan sumber daya manusia, khususnya asisten pribadi, untuk mendukung sistem ketahanan komunitas penyandang disabilitas.
  • Organisasi penyandang disabilitas saling menjalin hubungan di tingkat ASEAN dan mengembangkan diri untuk memberikan dukungan sesama dan pelayanan-pelayanan lainnya yang diperlukan.
  • Organisasi penyandang disabilitas menyuarakan dan melakukan advokasi serta melobi pemerintah tentang hak-hak penyandang disabilitas.
2. Pengembangan Sosial Inklusif
  • Penyandang disabilitas memiliki hak asasi manusia dan hak-hak yang setara dengan orang-orang lain, termasuk hak atas pendidikan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
  • Dukungan yang meningkat dan berkelanjutan diberikan kepada pendidikan inklusif. Lebih jauh, pendidikan khusus diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus.
  • Menciptakan dan mendorong jalinan hubungan yang baik antar organisasi penyandang disabilitas di tingkat akar rumput di negara-negara anggota ASEAN
  • Mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah yang berlaku tentang pendidikan inklusif. Memerlukan Advokasi lebih lanjut untuk lebih memajukan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya pendidikan inklusif.
  •  Meningkatkan kesadaran di antara berbagai unsur masyarakat, termasuk di antara anggota-anggota parlemen negara-negara ASEAN, orang tua, keluarga dan anggota-anggota komunitas lainnya.
  • Keterlibatan dan kemajuan para penyandang disabilitas sangat penting dalam mencapai visi ASEAN 2015.
  • Berkenaan dengan ini, sekretariat ASEAN mendorong negara-negara anggota menetapkan dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan disabilitas dalam Kerangka Strategi Kesejahteraan Sosial, Keluarga dan Pembangunan (2011-2015), khususnya yang terkait dengan pengembangan sosian inklusif.
  • Negara-negara anggota ASEAN mengembangkan sistem, termasuk sistem pendidikan inklusif, untuk melaksanakan Kerangka Strategi Kesejahteraan Sosial, Keluarga dan Pembangunan (2011-2015) demi mewujudkan pengarusutamaan penyandang disabilitas dalam pembangunan sosial.
3.  Teknologi Informasi dan Komunikasi yang Mudah Diakses/Teknologi dan Media Pendukung
  • Untuk menjalani hidup yang lebih mandiri dan berkualitas atas dasar kesetaraan dengan orang-orang lain, penyandang disabilitas memiliki akses peralatan pendukung yang memenuhi kebutuhan disabilitas mereka. Peralatan pendukung itu disalurkan dengan harga terjangkau kepada para penyandang disabilitas.
  • Dalam hal “teknologi informasi dan komunikasi yang mudah diakses”, mereka yang memiliki tantangan terbesar adalah para penyandang kelainan penglihatan. Untuk mendapatkan akses teknologi informasi dan komunikasi, para penyandang kelainan penglihatan membutuhan perangkat lunak pembaca layar. Namun, kenyataannya perangkat lunak pembaca layar canggih yang diproduksi oleh perusahaan komersial tidak terjangkau oleh para penyandang tersebut di negara-negara berkembang.
  • Oleh karena itu, penurunan harga perangkat lunak diupayakan melalui riset dan pengembangan. Selain itu, mendorong pengembangan "perangkat lunak open source" sebagai solusi terbaik untuk mengatasi tantangan ini.
  • Upaya menciptakan peralatan pendukung yang lebih terjangkau bagi para penyandang disabilitas melibatkan multi-pihak, termasuk pemerintah, universitas, lembaga riset, organisasi penyandang disabilitas, sebagai kelompok penekan dan penyedia layanan, sektor bisnis, media massa dan sebagainya.
  • Agar teknologi informasi dan komunikasi lebih mudah diakses oleh semua, “aksesibilitas internet” disosialisasikan dan ditetapkan; dan konsep ini didukung oleh kebijakan pemerintah.
  • Bagi penyandang kelainan pendengaran dan/atau tuna rungu, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang digabung dengan audio, visual dan teks sangat membantu mengambil bagian dalam komunikasi yang diarusutamakan. Selain itu, terdapat kebutuhan untuk menambah penerjemah bahasa isyarat di layar TV agar informasi yang tersedia lebih mudah diakses bagi tuna rungu.
  • Media massa memiliki peran strategis dalam menyiarkan dan mengarusutamakan isu-isu disabilitas dalam masyarakat. Oleh karena itu, organisasi penyandang disabilitas perlu melibatkan media massa/wartawan dalam gerakan penyandang disabilitas di ASEAN.
  •  Organisasi penyandang disabilitas bekerja sama dengan praktisi media dalam pengembangan, pelaksanakan dan pemantauan “pedoman-pedoman laporan media tentang disabilitas dan penyandang disabilitas.”
  • Agar media massa mempublikasikan isu-isu disabilitas secara lebih akurat, organisasi penyandang disabilitas juga mengembangkan strategi-strategi cara mengembangkan hubungan jangka panjang dengan media masa dan wartawan. Strategi ini meliputi pemilihan target, pelatihan wartawan agar lebih peka terhadap isu-isu disabilitas, pendekatan dan daya tarik media massa beserta wartawannya secara efektif dan pembelajaran cara media massa beroperasi di masyarakat.
4. Mekanisme Hak Asasi Manusia dan Disabilitas
  • 6 negara-negara anggota ASEAN yang tersisa didorong untuk meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan melaksanakannya.
  •  Organisasi penyandang disabilitas perlu membangun kecakapan mekanisme hak asasi manusia ASEAN seperti AICHR dan menggunakan AICHR sebagai mekanisme regional untuk mengarusutamakan disabilitas dalam sudut pandang hak asasi manusia.
  • Disabilitas menjadi bagian rencana lima tahun AICHR dan isu utama dalam rencana kerja tahun 2012.
  • Mendorong AICHR untuk meminta informasi tentang kondisi pemajuan dan perlindungan penyandang disabilitas kepada negara-negara anggota ASEAN.
  • Mendorong organisasi penyandang disabilitas untuk berkontribusi dalam diskusi terkini tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Hak Asasi Manusia yang menjadi isu utama AICHR 2010 dan Migran dan Pencari Suaka 2011.
  • Organisasi penyandang disabilitas di kawasan ini diperkuat dan bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat untuk mengangkat isu-isu disabilitas ke dalam pengarusutamaan mekanisme hak asasi manusia ASEAN.
  • ASEAN Disability Forum ke-2 harus diselenggarakan kembali dan workshop Hak Asasi Manusia dan Disabilitas harus diselenggarakan untuk mendidik para peserta AICHR.
5. Perempuan dan Anak-Anak Penyandang Disabilitas
  • Membutuhkan pemajuan dan perlindungan hak-hak kaum perempuan dan anak-anak penyandang dan terkena disabilitas (kesetaraan gender).
  • Kaum perempuan dan anak-anak penyandang dan terkena disabilitas dilindungi dari pelecehan, eksploitasi dan kekerasan (seksualitas, kesehatan reproduksi dan hak-haknya).
  • Gerakan kaum perempuan dan anak-anak menyertakan isu-isu kaum perempuan dan anak-anak penyandang dan terkena disabilitas.
  • Organisasi penyandang disabilitas lainnya menyertakan anak-anak penyandang dan terkena disabilitas dalam gerakan mereka (diikutsertakan dalam gerakan).
  • Pendekatan Konvensi Hak-Hak Anak dan sudut pandang anak diintegrasikan dalam pelaksanaannya melalui hubungan dengan anak-anak secara langsung dan tidak langsung.
  • Pengembangan kecakapan difokuskan pada pemahaman dan pelaksanaan Konvensi Hak-Hak Anak dan pemajuan hak asasi manusia di tingkat daerah, nasional dan regional.
  • Memajukan partisipasi dan pemberdayaan kaum perempuan penyandang disabilitas di masyarakat melalui rekreasi, waktu luang dan olahraga.
  • ASEAN Commission for the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children menetapkan hak-hak para penyandang disabilitas sebagai salah satu bidang utama dalam rencana kerja 2011-2013.
6. Kondisi Para Penyandang Disabilitas yang Terkena Bencana Alam
  • Negara-negara anggota ASEAN mengarusutamakan isu-isu disabiltas dalam kebijakan manajemen bencana di tingkat regional, nasional dan komunitas.
  •  Para penyandang disabilitas, terlepas dari jenis-jenis disabilitasnya, diarusutamakan di tahap kesiapsiagaan, tanggapan segera, rehabilitasi, rekonstruksi dan pembangunan.
  • Di tahap kesiapsiagaan, negara-negara anggota ASEAN menyediakan informasi tentang bencana alam dalam bentuk yang mudah diakses untuk penyandang semua disabilitas. Alat informasi disampaikan dalam bentuk digital dan audio/visual dan melalui sumber daya manusia.
  • Dalam hal evakuasi dan penyelamatan, pejabat menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan disabilitas, seperti tempat penampungan yang mudah diakses oleh para pengungsi disabilitas, sanitasi dan makanan.
  •  Di tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, para penyandang disabilitas memiliki peran penting sebagai pendukung sesama dan juga sebagai promotor. Organisasi penyandang disabilitas terlibat dalam pengarusutamaan proses ini untuk mengatasi masalah secara efektif
  • Menciptakan program pelatihan bagi para kader dalam manajemen bencana sebagai program yang peka terhadap disabilitas.

What Diah Has Shared: THE JAKARTA DECLARATION

THE JAKARTA DECLARATION

Regional Conference on ASEAN and Disability
1-2 December 2010, Jakarta, Indonesia


We, the representatives of different sectors from 14 countries participating in the Regional Conference on ASEAN and Disability in Hotel Bidakara Jakarta, Indonesia from 1-2 December 2010, which is co-organized by Disabled Peoples’ International Asia-Pacific and Persatuan Penyandang Cacat Indonesia and funded by the Nippon Foundation:

Appreciating the support of the Indonesian Government and its disability community for successfully organizing this event and welcoming the leadership of Indonesian Government as the next chairing country of ASEAN Summit,

Recognizing that the member states of Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), which are Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, the Philippines, Singapore, Thailand and Vietnam, are moving ahead towards the creation of ASEAN Community in 2015,

Showing expectation that Timor Leste will be the 11th member state of ASEAN in the near future and will implement the policies of ASEAN,

Appreciating ASEAN’s initiatives that its Strategic Framework on Social Welfare, Family and Development (2011-2015) addresses disability issues,

Mindful, however, that 60 million persons with disabilities living in ASEAN are still largely marginalized in society due to the physical, informational, attitudinal and systemic barriers,

Recognizing the important roles of ASEAN Secretariat in facilitating the governments and civil society,

Recognizing the necessity of mainstreaming disability perspectives in ASEAN human rights mechanisms such as ASEAN Inter-governmental Commission on Human Rights (AICHR) and ASEAN Commission for the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC) , as well as three Blueprints, namely ASEAN Political-Security Blueprint, ASEAN Economic Blueprint and ASEAN Socio-Cultural Blueprint,

Reaffirming the significance of all international and regional documents on disability, in particular, the Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), the Millennium Development Goals (MDGs), the Biwako Millennium Framework for Action towards an Inclusive, Barrier-free and Rights-based Society for Persons with Disabilities in Asia and the Pacific (BMF) and the Biwako Plus Five, the supplement to the BMF,

Recognizing that the two Decades of persons with disabilities in Asia and the Pacific since 1993 have made a lot of achievements and that a new decade to implement the CRPD from 2013 is being considered,

Also, recognizing the significance of the theme of the International Day of Persons with Disabilities 2010, "Keeping the promise: Mainstreaming disability in the Millennium Development Goals towards 2015 and beyond",

Welcoming more different stakeholders, including government sector, civil society, media and business sector, which begin to pay more attention to disability issues in ASEAN region,

Urging the ASEAN member states to sign, ratify and implement the CRPD,

Lastly, recognizing the central role of persons with disabilities in decision making and the need to further build the capacity of persons with disabilities,

Hereby unanimously agree to declare as follows:

1.      ASEAN Disability Forum should be established as a joint effort of multi-stakeholders, including ASEAN Secretariat, ASEAN member states, international development agencies, civil society organizations (CSO), media, business sector, academic groups, disability related organizations and disabled people’s organizations (DPO) and their family organizations.

2.      ASEAN Disability Forum will organize its inaugural meeting in 2011 in Bangkok, Thailand and will have annual meetings with the participation of multi-stakeholders.

3.      ASEAN Secretariat should play its important and active role in facilitation of the governments and other stakeholders towards the successful ASEAN Disability Forum, as mentioned in the ASEAN Charter.

4.      ASEAN Secretariat should encourage all member states to lead the observance of the International Day of Persons with Disabilities in the region.

5.      ASEAN member states should be encouraged to mainstream disability perspectives in their development policies through supporting and promoting ASEAN Disability Forum in collaboration with other stakeholders, especially DPOs.

6.      ASEAN human rights mechanism should be encouraged to mainstream disability perspectives in its structure and activities in order to promote and protect the rights of persons with disabilities.

7.      ASEAN member states, in collaboration with other stakeholders including DPOs and CSOs, should promote the policy to ensure the access to society of persons with disabilities on an equal basis with others through promoting the independent living of persons with disabilities, inclusive social development, information and communication technologies (ICT) and assistive technologies.

8.      Media, regardless of its scale and coverage, should be encouraged to promote the accurate image of disability and persons with disabilities in ASEAN. 

9.      All the efforts to empower and protect women and children done by the ASEAN human rights mechanism, governments, civil society and so forth should include the needs of women and children with and affected by disabilities.

10.  International development agencies and other international/regional institutes should support the implementation of the disability policies described in the ASEAN Strategic Framework on Social Welfare, Family and Development (2011-2015).

11.  ASEAN member states, in collaboration with DPOs, CSOs, academic groups and so forth, should develop a methodology to support persons with disabilities in the affected areas by natural disasters and implement it.



Recommendations

The participants of this conference also made the following specific recommendations to ASEAN Community:

1.     Empowerment and Independent Living of Persons with Disabilities
  •  ASEAN Secretariat should encourage the member states to adopt and promote the disability policies in the 2nd Strategic Framework for Social Welfare, Family and Development (2011-2015), especially those related to independent living.
  •  ASEAN member states should implement the 2nd Strategic Framework for Social Welfare, Family and Development in order to develop the systems for community living of persons with disabilities, including personal assistance system and other supports to establish independent living centers in each country.
  • ASEAN member states should recognize sign language as a language and the development of national sign language should be done by the deaf community of respective countries.
  • ASEAN member states should meet and network to share good examples in policies and successful implementations.
  • ASEAN member states should realize the mainstreaming of persons with disabilities into the implementation of their policies, by working closely with DPOs.
  • DPOs and CSOs should collaborate to develop the human resources, especially personal assistants, to support the system for the community living of persons with disabilities.
  • DPOs should network each other at ASEAN level and develop themselves to provide peer support and other necessary services.
  •  DPOs should raise their voice and do advocacy and lobby government for the rights of persons with disabilities.
2.      Inclusive Social Development
  •  Persons with disabilities have human rights and equal rights like others, including the right to education as stipulated further in the CRPD;
  • Increased and continued support should be given to the inclusive education. Furthermore, special education should also be provided for the children with the special needs.
  • A good networking among DPOs at the grass root level of ASEAN member countries should be made and encouraged.
  • Support should be given to the existing government policy on the inclusive education. Further advocacy is needed to promote more understanding and awareness on the importance of inclusive education.
  • Awareness-raising should be conducted among various element of the community, including among the parliament members of the ASEAN countries, the parents, families, teachers and other members of community.
  • The involvement and advancement of persons with disabilities are crucial in achieving the vision of ASEAN 2015.
  •  In this regard, ASEAN Secretariat should encourage the member states to adopt and promote the disability policies in the 2nd Strategic Framework for Social Welfare, Family and Development (2011 – 2015), especially those related to inclusive social development.
  • ASEAN member states should develop the system, including inclusive education system, to implement the 2nd Strategic Framework for Social Welfare, Family and Development (2011-2015) to realize the mainstreaming of persons with disabilities in social development.
3.      Accessible ICT/Assistive Technologies and Media
  •  In order to exercise more independent and quality life on an equal basis with others, persons with disabilities should have access to assistive devices which meet the needs of their disabilities. Those assistive devices should be distributed in affordable price for any persons with disabilities.
  •  In terms of “accessible ICT”, the ones who have the biggest challenges are persons with visual impairment. In order to get access to ICT, persons with visual impairment need screen reader software.  However, it is the fact that advanced screen reader software produced by commercial companies is not affordable for such persons living in developing countries.
  • Therefore, efforts should be made to lower the price of the software through research and development.  Beside that, the development of “open source software” would also be encouraged as the best solution to cope with this challenge.
  •  Efforts to make assistive devices more affordable for persons with disabilities should involve multi-stakeholders, including government, university, research agencies, DPOs as a pressure group and a service provider, business sector, mass media and so forth.
  • In order to make ICT more accessible for all, “web accessibility” should be promoted and implemented; and this concept should be supported by government policy.
  • For persons with hearing impairment and/or the deaf, the usage of ICT that combines audio, visual and text is very helpful to take part in the mainstreamed communication.  As well, there is a need to add sign language interpretation on the TV screen in order to make available information more accessible for the deaf.
  • Mass media should have strategic roles to promote and mainstream disability issues within the community.  Therefore, DPOs should involve mass media/journalist in the disability movement in ASEAN.
  • DPOs should work closely with media practitioners in the development, implementation and monitoring of “the media guidelines on reporting on disability and persons with disabilities”.
  • In order to make mass media publicize disability issues in more accurate way, DPOs should develop strategies how to develop long term relationship with mass media and journalists as well.  This strategy should include selection of the target, training of journalists to be more sensitive toward disability issues, approaching and attracting mass media & their journalists productively and learning how mass media work in society.
4.      Human Rights Mechanism and Disability
  • The remaining 6 ASEAN member states should be encouraged to ratify the CRPD and implement it.
  • DPOs need to build the capacity on ASEAN human rights mechanism such as AICHR and to use AICHR as regional mechanism in order to mainstream disability in human rights perspectives.  
  • Disability should be a part of the five-year plan of AICHR and the priority issue in its 2012’s work plan.
  • AICHR should be encouraged to request information to ASEAN member states on the situation on the promotion and protection of persons with disabilities.
  • DPOs are encouraged to contribute to the current discussion on Corporate Social Responsibility and Human Rights that is AICHR’s priority issue of 2010 and on Migrant and Asylum Seekers for 2011.
  • DPO network in this region should be strengthened and work with CSOs to bring disability issues into the mainstream of ASEAN Human Rights mechanism. 
  • The 2nd ASEAN Disability Forum should be organized again and Human Rights and Disability workshop should be organized to educate participants on AICHR.
5.      Women and Children with Disabilities
  • The promotion and protection of the rights of women and children with and affected by disabilities is necessary. (gender equality)
  • Women and children with and affected by disabilities should be protected from abuse, exploitation and violence. (sexuality, reproductive health and rights)
  • Other women and children movements should include issues of women and children with and affected by disabilities.
  • DPOs should include children with and affected by disabilities in their movement. (visibility in the movement)
  • Approaches of the Convention on the Rights of Child (CRC) and child perspectives should be incorporated in the work of those both with direct and indirect contact with children.
  • Capacity building focusing on understanding and implementing CRC and human rights should be promoted at local, national and regional levels.
  •  Participation and empowerment of women with disabilities in society through recreation, leisure and sports should be promoted.
  •  ACWC should adopt the rights of persons with disabilities as one of the priority areas in its 2011-2013’s work plan.
6.      Situation of Persons with Disabilities in Natural Disaster
  • ASEAN member states should mainstream disability issues in disaster management policy at regional, national and community levels.
  • Persons with disabilities, regardless of types of disability, should be mainstreamed in the stage of preparedness, immediate respond, rehabilitation, reconstruction and development.
  • In the preparedness stage, ASEAN member states should provide information on natural disasters in accessible formats covering persons with all types of disabilities.  Information tool may be delivered in digital format and audio/visual format and through human resources.
  • In case of evacuation or rescue, the authority should provide disability-related needs, such as accessible shelter for the refugees with disabilities, sanitation and food
  •  In the rehabilitation and reconstruction stages, persons with disabilities should have important roles as peer supporter and also as advocate.  DPOs also should be involved in the mainstream of the process to effectively cope with the problems.
  • Training program for cadres in disaster management should be made disability sensitive one.

What Diah Has Copied: Regional Conference On Asean and Disability

Pada tanggal 1-2 Desember lalu, telah diselenggarakan konferensi regional tentang Asean dan Disabilitas. Perhelatan berskala regional Asean ini diselenggarakan secara bersama oleh Persatuan Penyandang cacat Indonesia (PPCI) dan Disabled People International Asia Pacific (DPI-AP), dan didukung oleh Menko bidang Kesejahteraan Masyarakat (Menkokesra), didukung oleh organisassi /komunitas disabilitas di Indonesia, serta disponsori oleh The Nippon Foundation (TNF), bertempat di Hotel Bidakara Jakarta.

Konferensi ini telah menghasilkan "The Jakarta Declaration & Recommendation",dihadiri tidak hanya oleh wakil dari negara-negara Asean, namun juga wakil dari Jepang, Australia, dan Timor Leste. Tujuan Diselenggarakannya konferensi regional tentang Asean dan Disabilitas ini adalah untuk mengupayakan pengarusutamaan isu disabilitas di wilayah Asean, meminta Asean untuk menempatkan isu disabilitas menjadi salah satu prioritas, dan mendorong terbentuknya "Asean Disability Forum ADF) sebagai media komunikasi antara komunitas disabilitas dengan pemerintah negara-negara Asean.

Ide pembentukan ADF muncul pada regional workshop tentang Capacity Development Self Help Organization on Disability (CD SHOD) yang diselenggarakan oleh Asia Pacific Development Center on Disability (APCD) bersama DPI-AP pada akhir bulan Januari 2010 lalu di Bangkok.
Pada pertemuan bulan januari lalu, komunitas penyandang disabilitas di wilayah Asean mulai menyadari adanya kesenjangan pencapaian hasil upaya peningkatan kualitas hidup penyandang disabilitas melalui dekade kedua penyandang disabilitas Asia Pasific yang dicanangkan UN-ESCAP pada tahun 2003 dan akan berakhir pada tahun 2012 mendatang. Kesenjangan terjadi antara pencapaian negara-negara Asia Pasifik belahan utara yaitu Korea, Jepang, Taiwan, dan China, serta negara-negara Asia Pasifik belahan Selatan, yang pada umumnya adalah negara-negara Asean. Hal ini tentu dikarenakan adanya perbedaan situasi negara, persolan-persoalan yang dihadapi dan bagaimana pemerintah serta masyarakat negara-negara tersebut menangani dan menyikapi isu disabilitas.

Adanya perbedaan ini mendorong diperlukannya "pendekatan sub regional". Di antara Negara-negara Asean memiliki kemiripan situasi, sosial, budaya, ekonomi dan politik serta kemiripan persoalan. Hal ini memungkinkan untuk merumuskan langkah bersama guna mengatasinya.

Selama ini, kerja sama di antara negara-negara Asean pada umumnya terbatas di bidang ekonomi, yang kemudian juga berkembang menjadi kerja sama di bidang sosial budaya. Sebelum tahun 2009, persoalan hak asasi manusia tidak pernah menjadi pembahasan di pertemuan para pemimpin negara-negara Asean.

Sejak tahun 2009, Asean telah memiliki komisi-komisi tentang hak asasi manusia, perlindungan hak anak serta perempuan. Namun, tak satu pun dari komisi-komisi itu yang membahas tentang hak-hak penyandang disabilitas, perlindungan dan pemenuhan hak anak dengan disabilitas serta perempuan dengan disabilitas.

Olehkarenanya, diperlukan "afirmative action" untuk mengarusutamakan isu disabilitas ke "Asean human rights mechanism". Langkah awal yang disepakati oleh organisasi-organisasi disabilitas adalah membentuk "Asean Disability Forum ADF", yang tidak hanya beranggotakan wakil dari komunitas penyandang disabilitas, namun juga melibatkan wakil-wakil masyarakat sipil seperti akademisi, peneliti, pengusaha, organisasi orang tua/keluarga yang memiliki anak/anggota keluarga dengan disabilitas, wartawan dan lain-lain.

Di struktur sekretariat Asean, sejak tahun 2010 ini, isu disabilitas menjadi bagian dari devisi social welfare, family and development.

Ide pembentukan ADF sebagai medium komunikasi antara masyarakat dan pemerintah negara-negara Asean ini akan disampaikan pada pertemuan tingkat tinggi negara-negara Asean pada tahun 2011 di Jakarta mendatang. Setelah ADF terbentuk, diharapkan akan ada pertemuan rutin tahunan membahas aksi-aksi yang perlu dilakukan, sehingga rencana terbentuknya "komunitas Asean/Asean Community" di tahun 2015 nanti juga memasukkan komunitas dengan disabilitas di dalamnya, menjadi bagian yang tak terpisahkan. - Aria.


Sumber: Mitra Netra

What Diah Has Authored: Segurat Senyum

Aku menyusuri peron dari satu bangku ke bangku lain. Tiada yang tersisa. Aku bergabung dengan kerumunan dan mengedarkan pandang ke segenap penjuru.
Mataku menemukan seorang ibu memangku anaknya, dua laki-laki ditilik gerak tangan dan mimiknya kayak bersitegang, segerombolan mahasiswa membahas soal ujian, seorang tukang buah-buahan menyusun jualannya, seorang perempuan membaca buku setebal buku kuning dan seorang laki-laki memandang lekat bola mataku.
Aku langsung melengos. Bermacam kecurigaan campur aduk meyelinap ke benak. Bersyukur kereta yang ditunggu berhenti di jalur. Aku berlari kecil menghindarinya. Kereta tidak begitu padat. Para penumpang berpindah leluasa. Aku berdiri menghadap ke jendela di bawah kipas angin. Aku teringat laki-laki tadi. Mungkinkah dia di sini? Ternyata iya. Dia persis bertolak belakang denganku.
Kengerian merajai diri. Pertama kali naik kereta berkesan tidak aman. Ketiakku mengepit tas erat-erat, perlahan dan pasti. Aku mencemaskan situasi tidak diinginkan, namun nihil sampai di stasiun yang dituju. Plong aku turun.
*
Aku tidak malas beranjak dari ranjang semenjak berjumpa dengan bidadari elok itu. Kerutinan subuh dibereskan sesingkatnya, ingin buru-buru mencapai stasiun. Aku melakabkannya bidadari selayak berkah tidak terhingga yang dititipkan dari kayangan. Aku menemuinya di stasiun.
Begini ceritanya, aku sedang duduk-duduk di peron menunggu kereta datang tatkala berjalan santai seorang perempuan ayu dan anggun sewajarnya. Mataku tidak sanggup lepas darinya. Dia berdiri sebagaimana lainnya yang tidak kebagian bangku sambil melihat sekeliling. Matanya berujung di mataku, mata kami bersinggungan. Dia agak mengernyit sinis lalu menyilih tatapannya.
Pengeras suara berbicara, kereta tiba sesuai jadwal. Dia secepat kilat menghilang. Aku memburunya antar gerbong. Dia berpijak secara mengagumkan di deretan para penumpang. Bergoyang ke kiri dan ke kanan sekali-sekali hasil kecepatan kereta yang kadang bertambah kadang berkurang. Kami beradu punggung. Sering aku menoleh ke belakang untuk memahaminya. Dia turun di dua stasiun sebelumku, satu-satunya hal yang kupahami tentang dirinya.
*
Kejadian ini berlangsung setiap pagi selaku laki-laki itu penasaran akanku. Aku tidak lagi khawatir. Dia tidak mungkin berniat buruk. Jika berniat buruk, dahulu sudah melakukannya. Sorot mata bulatnya menyejukan jiwa menyebabkanku tersipu. Aku mengajun membalasnya, namun tidak kuasa. Aku hanya merunduk atau memandang jurusan lain.
Pernah kami duduk bersehadap. Dia tidak mengerti ke mana matanya mengarah. Dia memanggil tukang koran yang kebetulan melintas dan membeli surat kabar termurah. Berselubung koran yang dibabarkan, dia mencuri-curi pandang kepadaku. Aku nikmati itu. Dadaku berdebar kencang. Aku memohon ini berakhir sekaligus berlarut.
*
Perjumpaan pertama dan seterusnya selalu membekas di memori. Menatapnya merupakan momen paling mengesankan. Aku tidak pandai membuka percakapan bahkan dengan yang dikenal dan juga bukan pribadi agresif. Aku cuma sanggup menatapnya lembut penuh kasih dan sang bidadari menanggapinya:
Sementara kami duduk berdepan-depan, dihalangi lembaran koran sembunyi-sembunyi aku mengawasinya. Dia serba salah. Menunduk dan mengangkat muka sama-sama tidak enak. Untuk mengalahkan gelagapannya dia mengambil berkas-berkas dari tas. Dikebet-kebet doang, yakin tidak dibaca. Sikap antapnya terusik oleh kebesaran rasanya sendiri.
*
Lain kala dia belum tampak padahal arloji hampir menunjukkan pukul tujuh. Pertanyaan demi pertanyaan bergantian terselip di benak. Aku hanya menyimpannya di lubuk hati. Mendadak gemuruh menyesakkan merasuk dada, timbul hasrat bersua. Kangen sangat besar meneguhkan kereta yang datang meninggalkanku begitu saja. Sepuluh menit terlampaui bayangannya belum muncul, mau tidak mau aku menumpang kereta berikutnya. Sungguh hingga siang aku berkenan melalukan ulang kereta, namun sebagai staf baru aku mesti menunjukkan performa baik kepada atasan. Enggan-enggan aku menjejakkan kaki di bordes.
*
Tiga hari ke depan aku sakit dan disarankan beristirahat total selama tiga hari. Terbersit pikiran tentang sang bidadari. Tak berjumpa tiga hari? Niscaya seolah setahun. Sabtu-minggu saja bergulir lambat. Berat hati aku mengambil cuti kendati sehari, mempertimbangkan pekerjaan menumpuk. Kerinduan memuncak dan azam sembuh dari flu berbaur menjadi satu tekad untuk kembali hadir di sisinya esok.
Tiada putus aku mengangankannya lantaran berdiam di kamar seharian. Bisa-bisanya aku terpincut seorang perempuan yang belum kukenal. Aku berharap waktu berpacu kian cepat untuk sekadar menampilkan sosokku di mukanya. Aku tidak bernafsu mengerjakan apa-apa kecuali menatap jarum jam berbaling dari detik ke menit, menit ke jam.
*
Itu dia. Arteriku bersorak gembira. Dia tenang luar biasa. Aku berpura-pura tidak menyadari keberadaannya dan duduk di bangku tidak jauh darinya. Dia sudah tidak mengacuhkanku. Dia sudah tidak menganggap kehadiranku. Dugaanku keliru. Dia masih memandangku sekejap-sekejap.
Aku melewatinya sembari seakan mencari benda jatuh ke tanah. Kereta setop telat lima menit. Aku menerobos kepungan penumpang. Apak pikulan bambu pedagang merampai dengan anyir keringatnya yang menyengat penciumanku tidak kupusingkan. Melodi jes-jes dan tut-tut yang meresap di telinga menokok keriangan hatiku.
*
Aku sengaja datang awal dan berdiri meski tersedia bangku kosong untuk mengamati jelas-jelas langkahnya, kalem dan berirama. Ibarat penari mengayunkan tubuhnya yang lincah dan gemulai. Yang menghiraukannya tentu aku sendirian. Buktinya, tidak ada yang menghiraukan lenggak-lenggoknya sungguh-sungguh kecuali aku. Tentu semata-mata aku juga yang mau tahu banyak tentang dirinya. Tidak sebentar aku menantinya, sudah dua kereta berlalu. Yang dinanti akhirnya menongol. Wajah sederhananya senantiasa memukauku. Riasan wajahnya tidak mencolok, cuma pulasan bedak tipis.
Jantungku berdegup bahagia selagi mengerlingnya. Tatapanku beralih darinya, mengurangi deg-degan, tetapi sia-sia dan malah berganda. Lebih-lebih ketika dia melewati barisanku, seolah jantungku terlonjak ke ubun-ubun.
*
Aku tiba-tiba berpaling ke kanan. Intuisi mengabarkan seseorang memperhatikanku. Benar. Dia kembali memandangku. Kami diselingi dua perempuan. Mata kami bertaut sesaat. Bibirnya mengumbar senyum kincup, namun kentara. Aku ragu menimpalinya. Siapa tahu bukan untukku. Alhasil, terceplos senyum maluku diruntun anggukan lemah. Aku bermaksud mendekatinya untuk bertegur sapa. Sayang, stasiun yang dituju hampir sampai. Aku justru menjauhinya.
*
Kami lagi-lagi satu gerbong. Lama aku menatapnya dan tidak pernah jemu. Dia belum ngeh, kemudian seperti tersihir dia menoleh kepadaku. Mata kami bersatu diiringi deru menaklukkan debu. Aku berinisiatif memulai tindakan mumpung dia menengok. Aku refleks tersenyum. Seketika aku menyandang predikat laki-laki terkonyol sedunia, tetapi melayang segera setelah dia menyusulnya. Senyumnya tulus. Ini asal segalanya. Diantar sebuah senyum, sang bidadari menyambutku. Kami bakal beromong-omong kelak. Dia sudah turun di stasiun yang dituju.
Di balik jendela aku mengamatinya. Senyum masih mengulas di bibir mungilnya sambil matanya melirik kereta melaju.

Tuesday, November 23, 2010

What Diah Has Shared: Diskusi Panel “Demokratisasi Pendidikan dan Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia”

Melalui mailinglist ini, kami informasikan Dalam rangka memaknai hari Internasional Penyandang Cacat pada tanggal 03 Desember 2010, Pusat Kajian Disabilitas FISIP UI bersama Terre des Hommes, The Netherlands akan mengadakan kegiatan diskusi panel yang berjudul “Demokratisasi Pendidikan dan Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia”. Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Jumat, 26 November 2010, bertempat di ruang Betawi 1 lantai dasar, Hotel Santika(Jl. Aipda K.S. Tubun No.7, Kelurahan Slipi, Palmerah, Jakarta Barat) pada pukul 09.30 WIB – 16.00 WIB.

Diskusi ini terbagi dalam 2 tahap :

Diskusi tahap pertama yaitu mengenai data, situasi dan kebijakan, dengan panelis :
Panelis 1 : Bpk. Prof. Dr. Irwanto.
Panelis 2 : Perwakilan dari UNESCO (tbc).
Panelis 3 : Dra. Mimi Mariani Lusli, M.Si, M.A.

Diskusi tahap kedua yaitu mengenai kondisi riil / kenyataan dalam implementasi kebijakan saat ini, dengan panelis :
Panelis 4 : Ibu Prof. Dr. Conny Semiawan.
Panelis 5 : Dra. Endang Rahayu (dari Rumah Kampus Pena Gading).
Panelis 6 : Bpk. Ero Suara BA ( Pengajar di SDN 18 Slipi, sekolah inklusi)

Jika ada yang bersedia hadir untuk berpartisipasi dalam diskusi ini silahkan konfirmasi kehadirannya melalui email ke: pswandari@yahoo.com dan Puska Disabilitas pkd.fisipui@gmail.com