Search This Blog

Introduction

Bermula dari dirangkai. Titik demi titik dirangkai menjadi garis. Garis demi garis dirangkai menjadi huruf. Huruf demi huruf dirangkai menjadi kata. Kata demi kata dirangkai menjadi kalimat. Kalimat demi kalimat dirangkai menjadi alinea.

Thursday, December 31, 2015

What Diah Has Mini-Researched: Hikmah Spiritualitas di Balik Disabilitas



Dari segi spiritualitas, beberapa penyandang disabilitas, bahkan non-penyandang disabilitas, mengajukan berbagai pertanyaan seputar esensi disabilitas.  Mereka bertanya-tanya dalam hati: Kenapa Tuhan harus mengadakan disabilitas? Kenapa Tuhan yang baik membiarkan umat-Nya menderita? Apa salahku? Kenapa Aku pantas menyandang disabilitas? Apa makna disabilitas di balik pernyataan bahwa manusia ciptaan yang paling sempurna? Pertanyaan-pertanyaan gugatan tersebut terbenam dalam benak mereka sehingga menimbulkan pergumulan batin berupa konflik dan ketegangan dengan diri sendiri, sesama atau ilahi. Mengalami pergumulan batin bukan berarti kurangnya iman atau ketidakdewasaan spiritual, tetapi merupakan proses perkembangan spiritual yang alami dan wajar.

Tidak hanya faktor lingkungan, ajaran, dan kepercayaan yang menghasilkan keanekaragaman hikmah disabilitas, melainkan juga pengalaman disabilitas yang unik dari masing-masing individu. Beberapa orang memandang karma sebagai akar penyebab disabilitas. Penyandang disabilitas mendapatkan karma atas kesalahan yang pernah dilakukannya di kehidupan lampau, oleh karena itu perhatian khusus tidak diperlukan. Manusia harus menderita bersama disabilitas untuk mencapai karma yang lebih baik di kehidupan mendatang.

Banyak yang menentang pandangan ini. Bagi yang menentangnya, disabilitas bukan merupakan akibat dari karma buruk.  Setiap kehidupan yang dijalani terpisah dari keseluruhan kehidupan itu tersendiri. Manusia lahir tidak membawa karma dari kehidupan sebelumnya. Dilahirkan dengan disabilitas bukanlah hukuman dan manusia dilahirkan tidak untuk menderita. Sebelum inkarnasi, manusia merencanakan kehidupan yang akan dijalani, termasuk tantangan dan rintangan yang dihadapi. Sebagian besar manusia memilih dilahirkan sebagai penyandang disabilitas.

Lainnya mengaitkan disabilitas dengan dosa. Penyandang disabilitas dianggap sebagai penanggung dosa bapak dan ibunya atau yang bersangkutan. Akibatnya stigma negatif melekat tidak hanya pada penyandang disabilitas, melainkan juga seluruh anggota keluarganya. Keluarga mengucilkan penyandang disabilitas dengan cara tidak menyekolahkannya dan tidak memberinya kesempatan memiliki peran berarti dalam masyarakat.

Selain itu, pandangan bahwa disabilitas merupakan cobaan dari ilahi yang harus diterima dengan pasrah masih melekat si masyarakat. Terbentuk pola pikir dalam diri penyandang disabilitas bahwa disabilitas termasuk stigma dan keterbatasannya merupakan takdir ilahi yang harus diterima dengan lapang dada. Hal ini mengakibatkan penyandang disabilitas tidak berupaya merehabilitasi dirinya dan meningkatkan potensi diri sendiri karena cenderung menerima nasib.

Terakhir, ada yang memandang disabilitas disebabkan oleh kerasukan setan. Satu-satunya cara untuk “menyembuhkan” adalah dengan melakukan pengusiran setan. Proses pengusiran setan kadang-kadang sangat kejam dan menyebabkan cedera lebih lanjut, bahkan kematian.

Pandangan-pandangan negatif tentang disabilitas tersebut di atas mengakibatkan penyandang disabilitas tidak termotivasi untuk berkarya dan akhirnya hanya menjadi beban keluarga. Masyarakat pun tidak memberikan kesempatan setara kepada penyandang disabilitas untuk berpartisipasi di berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, buang jauh-jauh pandangan-pandangan negatif tersebut. Mempertanyakan keberadaan disabilitas boleh-boleh saja, tetapi tidak seharusnya manusia berpendapat bahwa Tuhan atau setan bertanggung jawab atas disabilitas seseorang.

Memandang disabilitas sebagai aspek keanekaragaman umat manusia, sama halnya dengan ras, suku, adat istiadat, jenis kelamin, umur, status sosial, keyakinan politik dan ideologi, merupakan bentuk penerimaan dan rasa hormat kepada penyandang disabilitas. Pandangan ini merupakan pandangan yang membangun, positif dan sehat baik untuk penyandang disabilitas maupun non-penyandang disabilitas.

Aspek keanekaragaman umat manusia memungkinkan manusia merekonstruksi spiritualitas tentang disabilitas tidak berdasarkan teori kekurangan. Selama disabilitas dianggap sebagai sesuatu yang kurang, keterlibatan penyandang disabilitas akan selalu diabaikan dan dikecualikan di dunia ini. Padahal, keberadaan penyandang disabilitas membuat manusia bertoleransi satu sama lain serta menambah warna-warni kehidupan.

Lebih lanjut, pandangan spiritualitas tentang disabilitas tersebut pada dasarnya memperluas pemahaman kemanusiaan itu sendiri dengan meruntuhkan kekuasaan dunia yang mutlak dan menolak kemanusiaan eksklusif yang hanya dimiliki oleh kaum mayoritas. Setiap manusia tetap mempertahankan sifat-sifat individu yang sejati di dunia disabilitas. Melalui cara ini, kemanusiaan diperkaya melalui keanekaragaman.

Tidak hanya itu. Disabilitas mengajarkan manusia untuk menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan, berupa pengorbanan cinta, welas asih, perawatan penuh kesabaran dan ketekunan yang diberikan oleh keluarga, teman dan pelaku rawat kepada penyandang disabilitas. Melakukan perbuatan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan secara ikhlas merupakan amal kebajikan yang mencerminkan ibadah kepada Ilahi.

Dengan demikian, alih-alih mencari jawaban atau menyalahkan disabilitas, melanjutkan hidup dengan mengembangkan anugerah dan bakat yang dimiliki merupakan cara terbaik penyandang disabilitas berdamai dengan disabilitasnya. Dalam hal ini, spiritualitas apapun yang dijunjung berperan penting mengegolkan ikhtiar tersebut. Spiritualitas membantu manusia menemukan makna hidup dengan menghargai dan mencintai sesama. Bagi penyandang disabilitas sendiri, spiritualitas memberikan ketentraman batin pada saat putus asa dan terkucilkan.

Wednesday, May 13, 2015

What Diah Has Translated: Biwako Plus Five



BIWAKO PLUS FIVE:
UPAYA LEBIH LANJUT UNTUK MENUJU MASYARAKAT INKLUSIF, BEBAS HAMBATAN DAN BERBASIS HAK UNTUK PENYANDANG DISABILITAS DI ASIA DAN PASIFIK

Disetujui oleh Pertemuan Tingkat Tinggi Antar Pemerintah tentang Tinjauan Pertengahan Dasawarsa Penyandang Disabilitas di Asia dan pasifik, 2003-2012, tanggal 21 September 2007

I.            PEMBUKAAN

1.               Wilayah Asia dan Pasifik merupakan tempat tinggal bagi dua pertiga dari 650 juta penyandang disabilitas di dunia. Untuk menjamin hak-haknya lebih diakui, Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya di wilayah Asia dan Pasifik telah mengambil sejumlah langkah. Melalui resolusi 58/4 tanggal 22 Mei 2002 tentang pemajuan masyarakat inklusif, bebas hambatan dan berbasis hak untuk penyandang disabilitas di wilayah Asia dan Pasifik pada abad dua puluh satu, Komisi memperpanjang Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan Pasifik, 1993-2002,[1] selama satu dasawarsa lagi, yaitu, dari 2003 sampai 2012. Sejak itu, sejumlah prakarsa yang sejalan dengan perpanjangan Dasawarsa ini telah diluncurkan. Di antaranya adalah Kerangka Aksi Milenium Biwako untuk menuju Masyarakat Inklusif, Bebas Hambatan dan Berbasis Hak di Asia dan Pasifik,[2] yang disetujui oleh Pertemuan Tingkat Tinggi Antar Pemerintah, menyimpulkan bahwa Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan Pasifik, 1993-2002, yang diselenggarakan di Otsu, Shiga, Jepang, menjadi penentu pedoman kebijakan untuk Dasawarsa selanjutnya. Perpanjangan Dasawarsa melanjutkan tujuan Dasawarsa sebelumnya, 1993-2002, dan komitmen yang dibuat oleh Pemerintah yang menandatangani Pernyataan tentang Partisipasi dan Kesetaraan Penuh Penyandang Disabilitas di Wilayah Asia dan Pasifik:[3] keikutsertaan penuh dan kesetaraan penyandang disabilitas.

2.               Kerangka Aksi Milenium Biwako dibentuk berdasarkan pencapaian maupun pelajaran yang dipelajari dari pelaksanaan pedoman kebijakan yang disetujui selama Dasawarsa sebelumnya: Agenda Aksi Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan Pasifik, 1993-2002 (E/ESCAP/APDDP/2). Agenda Aksi Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan Pasifik ini menekankan pergeseran paradigma dari pendekatan berbasis amal ke pendekatan berbasis hak dalam membina penyandang disabilitas. Juga memajukan masyarakat bebas rintangan, inklusif dan berbasis hak, yang merangkul keanekaragaman umat manusia. Selanjutnya, memungkinkan dan meningkatkan kontribusi sosioekonomi para anggotanya dan menjamin terwujudnya hak-hak tersebut oleh penyandang disabilitas.  Kerangka Aksi Milenium Biwako menetapkan 7 bidang prioritas dan 4 bidang strategi utama dengan 21 target dan 17 strategi. Melalui Resolusi Komisi 59/3 tanggal 4 September 2003, Pemerintah negara-negara di Asia dan Pasifik, berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya, seperti lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan organisasi masyarakat sipil, menegaskan kembali komitmen mereka untuk melaksanakan Kerangka Aksi Milenium Biwako. Dalam resolusi 61/8 tanggal 18 Mei 2005 tentang tinjauan pertengahan pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako untuk menuju Masyarakat Inklusif, Bebas Hambatan dan Berbasis Hak bagi Penyandang Disabilitas di Asia dan Pasifik, Komisi meminta Sekretaris Eksekutif untuk menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi antarpemerintah tentang tinjauan pertengahan Dasawarsa pada 2007.

3.               Salah satu perkembangan paling signifikan selama lima tahun pertama perpanjangan Dasawarsa adalah persetujuan Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Protokol Opsional[4] Konvensi tersebut. Hal ini menandai awal mula era baru dalam upaya global memajukan dan melindungi hak-hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya penyandang disabilitas, serta memajukan pembangunan disabilitas yang inklusif dan kooperasi internasional. Dengan disetujuinya Konvensi, Majelis Umum mengimbau negara-negara untuk secara prioritas mempertimbangkan menandatangani dan meratifikasi Konvensi dan Protokol Opsional. Konvensi ini mewakili gagasan terbaru dari negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang isu ini. Konvensi ini mengakui bahwa pemajuan penikmatan penuh hak asasi manusia dan kebebasan mendasar oleh penyandang disabilitas serta partisipasi penuh oleh penyandang disabilitas akan menghasilkan rasa kebersamaan yang lebih besar dan peningkatan pembangunan manusia, sosial dan ekonomi secara signifikan di masyarakat serta pengentasan kemiskinan. Untuk membangun pengalaman regional dalam merumuskan dan melaksanakan Kerangka Aksi Milenium Biwako, para anggota dan anggota luar biasa Komisi menyumbang proses rancangan global melalui rangkaian upaya termasuk pengajuan, pada 2003, proposal dan rancangan regional yang  berjudul “Rancangan Bangkok” kepada Komite Ad Hoc Konvensi Internasional Menyeluruh dan Utuh tentang Perlindungan dan Pemajuan Hak Asasi dan Martabat Para Penyandang Disabilitas. Konvensi maupun Kerangka Aksi Milenium Biwako mengejar tujuan umum yaitu mencapai  masyarakat bebas hambatan, inklusif dan berbasis hak. Pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako yang efektif akan membantu pelaksanaan Konvensi secara signifikan, dan langkah-langkah yang diambil oleh negara-negara yang meratifikasi Konvensi akan membantu negara-negara tersebut melaksanakan Kerangka Aksi Milenium Biwako.

4.               Lima tahun perpanjangan Dasawarsa juga membuktikan pembangunan signifikan lainnya. Sebagai contoh, pada 2004, Organisasi Buruh Internasional, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan dan Organisasi Kesehatan Dunia menerbitkan sebuah naskah sikap bersama[5] yang menguraikan pendekatan berbasis hak terhadap rehabilitasi dan pelayanan berbasis komunitas.  Konferensi Tingkat Tinggi Dunia tentang Masyarakat Informasi menyetujui  Komitmen Tunisia dan Agenda Tunisia untuk Masyarakat Informasi[6] pada 18 November 2005, yang mengamanatkan pentingnya desain universal dan teknologi bantu dalam  memajukan akses seluruh orang, termasuk mereka yang disabilitas. Organisasi Kesehatan Internasional mengamanatkan kebutuhan penelitian dan pelaksanaan langkah-langkah yang paling efektif untuk mencegah disabilitas dengan berkolaborasi dengan komunitas dan sektor-sektor lainnya.[7] Konferensi Dunia tentang Pengurangan Resiko Bencana, dalam menyetujui Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015, Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana,[8] merekomendasikan, antara lain, memperkuat pelaksanaan mekanisme jaring pengaman sosial untuk membatu kaum miskin, lansia dan disabilitas.

5.               Penelitian terhadap tinjauan pertengahan menunjukkan bahwa pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako telah menghasilkan banyak perkembangan positif. Jumlah Pemerintah di wilayah tersebut yang telah menunjukkan komitmen mereka terhadap isu disabilitas dengan menandatangani Pernyataan Resmi tentang Partisipasi Penuh dan Kesetaraan Penyandang Disabilitas meningkat.[9] Sejauh ini, 46 Pemerintah telah menandatanganinya. Banyak Pemerintah yang juga mengambil langkah-langkah untuk meleburkan konsep hak penyandang disabilitas ke dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan, rencana aksi, dan kebijakan dan program nasional. Dalam hal ini penyandang disabilitas di Asia dan Pasifik telah membuktikan kemampuannya. Mereka telah mengamanatkan kebutuhan mereka dan terlibat dalam diskursus kebijakan selama merancang Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Mereka juga menjadi semakin aktif dalam proses pengambilan keputusan di tingkat regional dan nasional. Peningkatan jumlah bantuan dan lembaga kooperasi pembangunan internasional telah mengawali penyelidikan dan persetujuan “pembangunan disabilitas yang inklusif,” yang berfokus pada pengarusutamaan hak-hak penyandang disabilitas ke dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan umum. 

6.               Meskipun mengalami kemajuan, tantangan dan kendala masih tetap ada. Kurangnya ketersedian dan mutu data demografi serta indikator sosio-ekonomi terkait disabilitas terus menjadi masalah besar. Banyak Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya melaporkan bahwa kurangnya sumber daya keuangan dan manusia, pengetahuan teknis dan kecakapan menghalangi pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako. Meskipun wilayah Asia dan Pasifik menikmati perkembangan kebijakan disabilitas yang berkesinambungan, pelaksanaan kebijakan tersebut harus dijamin dan dampaknya diukur. Meskipun penyandang disabilitas banyak yang semakin diberdayakan, perhatian lebih harus diberikan kepada kelompok termarjinalisasi, seperti mereka yang menyandang disabilitas psikososial, disabilitas intelektual atau disabilitas ganda dan mereka yang tinggal di daerah pedesaan dan terpencil. ESCAP juga ditugasi memajukan Kerangka Aksi Milenium Biwako di subwilayah seperti Asia Utara dan Tengah dan mengarusutamakan perspektif disabilitas dalam mekanisme antarpemerintah di subwilayah. Selama lima tahun terakhir, upaya yang telah dilakukan melalui pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium telah dikaji secara antusias. Tujuan terkait pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ektrem serta pencapaian pendidikan dasar untuk semua telah diwujudkan ke dalam dua dari tujuh bidang prioritas Kerangka Aksi Milenium Biwako. Kemudian, hak-hak penyandang disabilitas yang diakui secara khusus dalam Hasil KTT Dunia 2005,[10] sebagaimana diperhatikan dalam Tujuan Pembangunan Milenium belum memadai dari perspektif disabilitas. Bencana alam dan situasi lain yang menimbulkan risiko tinggi, termasuk konflik bersenjata, memperburuk hambatan fisik, institusi, perilaku dan informasi yang dihadapi semua orang, terutama penyandang disabilitas. Situasi tersebut menggarisbawahi kebutuhan manajemen bencana disabilitas yang inklusif yang lebih baik sehubungan dengan bencana alam dan bencana buatan manusia.

7.               Untuk mendorong Kerangka Aksi Milenium Biwako, perwakilan negara-negara tingkat menteri di wilayah ini membahas dan menyelesaikan dokumen ini di Pertemuan Antarpemerintah Tingkat Tinggi tentang tinjauan pertengahan Dasawarsa Penyandang Disabilitas di Asia dan Pasifik, 2003-2012, yang diselenggarakan di Bangkok dari tanggal 19 sampai 21 September 2007. Hasil Biwako Plus Five mengacu pada temuan dalam tinjauan lima tahunan, yaitu munculnya kebutuhan wilayah sehubungan dengan disabilitas serta tantangan dan kendala yang harus diatasi dengan mempertimbangkan perkembangan global. Hasil ini melengkapi Kerangka Aksi Milenium Biwako dengan harapan tercapainya kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pelaksanaan Kerangka selama lima tahun terakhir Dasawarsa (2008-2012) dengan memajukan terwujudnya masyarakat inklusif, bebas hambatan berbasis hak untuk semua.
II.              SIFAT DAN PRINSIP-PRINSIP MENYELURUH BIWAKO PLUS FIVE

8.               Biwako Plus Five melengkapi Kerangka Aksi Milenium Biwako.  Dalam hal substansi, Biwako Plus Five membedakannya dengan Kerangka Aksi Milenium Biwako dengan (a) memberikan aksi tambahan dalam 7 bidang prioritas, (b) merekonfigurasi 4 bidang strategi ke dalam 5 bidang dengan 25 strategi tambahan, dan (c) menambah 3 strategi di dalam “kooperasi dan dukungan serta pemantauan dan peninjauan”.

9.               Biwako Plus Five harus dilaksanakan atas dasar prinsip dan arah kebijakan yang sama dengan yang digambarkan dalam Kerangka Aksi Milenium Biwako. Namun demikian, tiga aspek berikut ini harus diperkuat:

(a)        Pertama, Pemerintah harus, sesuai dengan batas kemampuan dan pembangunan ekonominya, mengambil langkah-langkah tepat untuk merancang strategi nasional dan rencana aksi pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako dan Biwako Plus Five. Pemerintah harus mengakui pentingnya kooperasi dan kemitraan, untuk mendukung upaya nasional, termasuk melalui alih sumber daya dan teknologi, sebagaimana diperlukan;

(b)        Kedua, kemitraan antar berbagai pemangku kepentingan, yaitu, Pemerintah, perwakilan organisasi penyandang disabilitas, organisasi nonpemerintah internasional, wilayah dan nasional, organisasi dan lembaga pembangunan, dan sektor swasta, sebagaimana diperlukan, harus dimajukan di seluruh kegiatan terkait, termasuk penelitian, pengumpulan data, penilaian kebutuhan, pengembangan kebijakan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, peningkatan kecakapan dan peningkatan kesadaran;

(c)        Ketiga, keanekaragaman penyandang disabilitas harus dihormati bukan hanya karena mereka sasaran kebijakan, program dan proyek, namun juga karena mereka mitra dalam proses pengambilan keputusan terkait disabilitas serta pelaksana dan penilai proyek dan kebijakan.

III.            PRIORITAS AKSI BIDANG MENURUT KERANGKA AKSI MILENIUM BIWAKO

10.            Kerangka Aksi Milenium Biwako berisi 21 target yang digolongkan ke dalam 7 bidang prioritas. Meskipun target 1, 2, 3, 4, 5, 16, 17 dan 18 ditetapkan untuk  tercapai sebelum 2007, Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya yang belum mencapai target tersebut  mungkin perlu memperkuat upaya mereka untuk mencapainya sesegera mungkin.

11.            Upaya lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencapai target yang kemajuannya dirasa belum memadai dan aksinya masih tertinggal. Berikut ini merupakan aksi tambahan yang dapat membantu negara-negara mencapai target sesuai dengan masing-masing bidang prioritas.

A.              Organisasi swa-bantu penyandang disabilitas serta perhimpunan keluarga dan orang tua terkait

Aksi yang diperlukan

12.            Pemerintah di seluruh tingkat didorong untuk mendukung:

(a)        Pengembangan organisasi penyandang disabilitas serta perhimpunan keluarga dan orang tua terkait di tingkat daerah dan nasional, dan pemajuan jaringan mereka di tingkat wilayah, subwilayah dan antarwilayah, untuk menaruh perhatian khusus pada organisasi swa-bantu penyandang disabilitas intelektual, disabilitas psikososial dan disabilitas ganda;

(b)        Partisipasi penyandang disabilitas dalam proses politik dan sipil serta dalam pengembangan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan dan program ekonomi dan sosial di seluruh tingkat;

(c)        Pembinaan pemuda dan pemudi penyandang disabilitas sebagai pemimpin;

(d)        Pengembangan kemitraan dengan organisasi swa-bantu, khususnya kooperasi antara kelompok/organisasi swa-bantu penyandang disabilitas berbasis perkotaan dan mitra-mitra pedesaannya.

13.            Organisasi swa-bantu penyandang disabilitas serta perhimpunan keluarga dan orang tua terkait, atas dukungan Pemerintah di seluruh tingkat, harus mengarusutamakan dirinya ke dalam organisasi swa-bantu dari kelompok dan komunitas rentan lainnya.

B.              Kaum perempuan penyandang disabilitas

Aksi yang diperlukan

14.            Pemerintah harus memajukan:

(a)        Penyertaan perspektif jender dalam kebijakan, program, rencana dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan disabilitas;

(b)        Penyertaan perspektif perempuan penyandang disabilitas dalam pengembangan kebijakan, program, rencana dan peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan jender;

(c)        Partisipasi kaum perempuan penyandang disabilitas dan organisasi perempuan penyandang disabilitas dalam proses pengembangan kebijakan, program, rencana dan peraturan perundang-undangan baik yang terkait dengan jender maupun disabilitas.

15.            Pemerintah mengakui bahwa kaum perempuan dan pemudi penyandang disabilitas mengalami diskriminasi berkali-kali lipat dan, dalam hal ini, bersama-sama dengan organisasi swa-bantu, harus mendukung pemberdayaan ekonomi, sosial, budaya dan politik kaum perempuan penyandang disabilitas, khususnya melalui pelatihan kepemimpinan dan manajemen secara berkelanjutan. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah tepat untuk mengatasi diskriminasi terhadap kaum perempuan penyandang disabilitas dalam segala hal, termasuk yang berkaitan dengan pernikahan, keluarga, menjadi orang tua dan hubungan, untuk menjamin pengembangan, kemajuan dan pemberdayaan mereka secara penuh.

16.            Organisasi swa-bantu harus meninjau struktur, kebijakan, rencana dan operasi yang ada, dengan mempertimbangkan kebutuhan kaum perempuan penyandang disabilitas, dan secara aktif mendukung pemberdayaan mereka, dengan maksud untuk membantu mereka berpartisipasi secara penuh dalam proses pengambilan keputusan.

17.            Organisasi swa-bantu dan jaringan perempuan penyandang disabilitas, berkolaborasi dengan organisasi pengembangan berbasis komunitas dan Pemerintah di seluruh tingkat, harus peka terhadap komunitas di daerah terpencil yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap budaya kaum perempuan dan gadis penyandang disabilitas serta mengatasi isu-isu mereka melalui proses pengembangan berbasis komunitas.

C.                Deteksi dini, intervensi dini dan pendidikan

Aksi yang diperlukan

18.            Pemerintah harus:

(a)         Mengeksplorasi kemungkinan pembentukan mekanisme koordinasi dan komunikasi yang efisien di antara badan-badan pemerintah yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan dan pendidikan untuk menyediakan layanan kepada bayi dan anak kecil penyandang disabilitas berupa identifikasi dini, penilaian, rujukan, atau  pendaftaran, intervensi dini dan layanan pada perawatan kesehatan, prasekolah dan sekolah;

(b)        Menaruh perhatian lebih untuk memastikan bahwa jumlah tenaga terlatih di layanan intervensi dini untuk memberikan layanan kepada seluruh anak-anak penyandang disabilitas dan keluarganya di daerah perkotaan, pedesaan dan terpencil mencukupi;

(c)         Memajukan akses penyandang disabilitas ke sistem pendidikan inklusif, termasuk memperoleh keterampilan membaca, pendidikan orang dewasa dan belajar sepanjang hayat;

(d)        Memajukan pendidikan untuk seluruh anak-anak, termasuk mereka dengan kelainan visual dan pendengaran, tunanetra-rungu dan mereka yang menyandang disabilitas belajar dan intelektual, sehingga disampaikan dalam bahasa serta ragam dan sarana komunikasi yang paling tepat;

(e)         Mengambil langkah-langkah tepat untuk melatih para profesional dan staf yang bekerja di seluruh tingkat pendidikan serta mempekerjakan guru, termasuk guru penyandang disabilitas, yang mahir dalam bahasa isyarat, tulisan Braille serta komunikasi augmentatif dan alternatif;

(f)         Mengambil langkah-langkah tepat, berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan, untuk melibatkan penyandang disabilitas dalam olahraga, baik sebagai penonton maupun peserta aktif.

D.              Pelatihan dan ketenagakerjaan, termasuk wirausaha

Aksi yang diperlukan
19.            Pemerintah harus:

(a)        Mengakui hak penyandang disabilitas untuk bekerja, atas dasar kesetaraan dengan orang  lain, dan memajukan perwujudan hak bekerja bagi penyandang disabilitas, termasuk mereka menjadi disabilitas selama melakukan pekerjaan;

(b)        Mengembangkan strategi komprehensif untuk mengatasi hambatan bekerja bagi penyandang disabilitas, terutama di daerah terpencil, pedesaan, pertanian dan yang secara ekonomi depresi, serta menaruh perhatian khusus pada perkembangan baru dalam pendekatan berbasis komunitas, untuk menjamin perbaikan akses sumber daya dan layanan, seperti koperasi, usaha sosial,  prakarsa wirausaha, skema keuangan mikro serta pelatihan kerja dan sejawat;

(c)        Mengembangkan kemitraan nasional dan multinasional, dengan dukungan dari organisasi non-pemerintah, organisasi swa-bantu dan pemangku kepentingan lainnya, yang bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas dengan memberikan insentif untuk memfasilitasi perekrutan, retensi dan promosi, meningkatkan kesadaran positif akan keterampilan pekerjaan mereka, serta melaksanakan program pelatihan dan ketenagakerjaan bersama;

(d)        Mengikutsertakan penyandang disabilitas dalam mengarusutamakan layanan ketenagakerjaan umum dan menyediakan layanan pendukung kepada penyandang disabilitas dan pemberi kerjanya agar mereka dapat membantu perekrutan, penempatan dan retensi kerja penyandang disabilitas serta memelihara daftar nama penyandang disabilitas yang siap bekerja sebagai rujukan untuk calon pemberi kerja;

(e)        Menyetujui kebijakan dan praktek terkait pelatihan kesiapan kerja dan/atau keterampilan pengembangan atau pelatihan kembali untuk orang dewasa penyandang disabilitas yang kekurangan pengalaman kerja atau mereka yang keterampilannya ketinggalan zaman atau mereka yang tidak lagi kembali ke pekerjaannya yang dahulu karena disabilitas yang dimilikinya.

E.               Akses lingkungan terbangun dan transportasi umum

Aksi yang diperlukan

20.            Pemerintah harus:

(a)        Mengambil langkah-langkah tepat untuk menegakkan standar-standar aksesibilitas secara efektif dan memajukan aksesibilitas lingkungan terbangun dan transportasi umum baik yang sudah ada maupun baru;

(b)        Memajukan konsep desain universal di antara badan hukum umum dan swasta, dengan maksud memberikan manfaat kepada penyandang berbagai disabilitas;

(c)        Menjamin, berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan lainnya, bahwa seluruh layanan yang terbuka dan tersedia untuk umum mempertimbangkan seluruh aspek aksesibilitas bagi penyandang disabilitas;

(d)        Mendorong dan memajukan penelitian serta mengembangkan alat bantu mobilitas berkualitas baik dengan harga terjangkau agar akses penyandang disabilitas ke lingkungan terbangun, transportasi umum informasi dan komunikasi serta layanan lainnya dimungkinkan;

(e)        Mengambil langkah-langkah tepat untuk memajukan pariwisata yang mudah diakses.

F.               Akses informasi dan komunikasi, termasuk informasi, komunikasi dan teknologi bantu

Aksi yang diperlukan

21.            Pemerintah harus:

(a)        Secara aktif memajukan aksesibilitas yang berkenaan dengan informasi dan komunikasi, termasuk teknologi informasi dan komunikasi, bagi penyandang disabilitas untuk menjamin penikmatan penuh hak-hak mereka dan, dengan demikian, mematuhi Komitmen Tunisia dan Agenda Tunisia dari Konferensi Tingkat Tinggi Dunia tentang Masyarakat Informasi;

(b)        Memajukan produksi dan penyebaran informasi umum dalam bahasa serta cara dan sarana komunikasi yang mudah diakses, termasuk bahasa sederhana, melalui teknologi yang mudah diakses;

(c)          Mengambil langkah-langkah tepat untuk memperkenalkan dan memajukan penggunaan bahasa isyarat, tulisan Braille, sarana komunikasi augmentatif dan alternatif serta seluruh sarana, cara dan bentuk komunikasi lainnya yang mudah diakses yang dipilih oleh penyandang disabilitas di fasilitas dan layanan terbuka atau tersedia untuk umum, serta di seluruh bentuk interaksi resmi lainnya;

(d)        Mengambil langkah-langkah tepat, berkolaborasi dengan sektor swasta, memajukan ketersedian berbagai bentuk bantuan langsung dan perantara, termasuk pemandu, pembaca dan penerjemah bahasa isyarat profesional, untuk memfasilitasi aksesibilitas penyandang disabilitas ke lingkungan terbangun, layanan yang bersifat umum, termasuk layanan perbankan dan pos serta layanan yang tersedia secara elektronik;

(e)        Memajukan, bersama-sama dengan pemangku kepentingan lainnya, penelitian dan pengembangan  serta pengadaan teknologi informasi dan teknologi bantu yang tunduk pada konsep desain universal dan standar aksesibilitas yang diakui secara internasional;

(f)         Mengambil langkah-langkah tepat untuk mendukung, berkolaborasi dengan organisasi tunarungu nasional, pengembangan bahasa isyarat dan pelatihan penerjemah bahasa isyarat, serta memperkenalkan penggunaan bahasa isyarat dalam proses pendidikan, terkait pekerjaan dan hukum.

G.              Pengentasan kemiskinan melalui peningkatan kecakapan, jaminan sosial dan program penghidupan berkelanjutan

Aksi yang diperlukan

22.            Pemerintah harus:

(a)        Mengarusutamakan perspektif disabilitas dalam kerangka pembangunan nasional, seperti naskah strategi pengentasan kemiskinan;

(b)        Meninjau kebijakan dan praktek jaminan sosial yang ada dan mengubahnya, jika diperlukan, untuk memajukan mobilitas pribadi, kesehatan, rehabilitasi dan layanan rehabilitasi, pendidikan dan standar hidup yang layak serta perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas. Jika tidak ada, kebijakan yang ditujukan untuk menyediakan layanan dasar harus dikembangkan dan dilaksanakan. Ketersediaan alat bantu dasar yang memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas serta bantuan pribadi yang dibutuhkan harus dimajukan.

IV.            STRATEGI KUNCI

23.            Kerangka Aksi Milenium Biwako memiliki 10 strategi yang digolongkan ke dalam 4 bidang “strategi untuk mencapai target Kerangka Aksi Milenium Biwako” berikut ini:

(a)        Rencana aksi nasional disabilitas (lima tahun);

(b)        Pemajuan pendekatan berbasis hak terhadap isu-isu disabilitas;

(c)        Statistik disabilitas/definisi umum tentang disabilitas untuk perencanaan;

(d)         Memperkuat pendekatan berbasis komunitas untuk mencegah penyebab disabilitas, rehabilitasi dan pemberdayaan penyandang disabilitas.

24.            Strategi-strategi berikut ini membangun dan mengembangkan strategi yang ditetapkan dalam Kerangka Aksi Milenium Biwako. Mencerminkan pelajaran yang dipelajari dari upaya yang telah dilakukan untuk melaksanakan Kerangka ini, dan kebutuhan mengatasi isu dan masalah baru yang muncul sejak disetujuinya Kerangka ini. Oleh karena itu, empat bidang strategi dalam Kerangka ini diuji ulang dan disusun ulang sebagai berikut:

(a)        Memperkuat pendekatan berbasis hak terhadap isu-isu disabilitas;

(b)        Memajukan lingkungan yang memungkinkan dan memperkuat mekanisme yang efektif untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan;

(c)        Meningkatkan ketersediaan dan mutu data serta informasi disabilitas lainnya untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan;

(d)        Memajukan pembangunan disabilitas yang inklusif;

(e)        Memperkuat pendekatan berbasis komunitas komprehensif terhadap isu-isu disabilitas untuk mencegah penyebab disabilitas, untuk rehabilitasi dan pemberdayaan penyandang disabilitas.

25.            Bidang strategi yang disusun ulang, “memperkuat pendekatan berbasis hak terhadap isu-isu disabilitas”, mengembangkan strategi yang ada: “Pemajuan pendekatan berbasis hak terhadap isu-isu disabilitas,” dalam Kerangka Aksi Milenium Biwako, dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar dari pendekatan berbasis hak yang terkandung dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Bidang strategi lain yang disusun ulang, “Memajukan lingkungan yang memungkinkan dan memperkuat mekanisme yang efektif untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan,” ditambahkan karena diperlukan untuk menegaskan kembali faktor-faktor kelembagaan dan lainnya yang bisa memungkinkan dilaksanakannya pemajuan baik dalam Kerangka Aksi Milenium Biwako maupun Biwako Plus Five. Strategi yang ada di Kerangka Aksi Milenium Biwako, “rencana aksi nasional disabilitas (lima tahun)”, diintegrasikan ke dalam strategi yang direvisi ini. Bidang strategi yang disusun ulang, “meningkatkan ketersediaan dan mutu data dan informasi disabilitas lainnya untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan”, mengembangkan strategi yang ada: “Statistik disabilitas/definisi umum tentang disabilitas untuk perencanaan” di Kerangka Aksi Milenium Biwako, dengan mempertimbangkan kebutuhan untuk mengintensifkan upaya-upaya memperoleh dan memanfaatkan data dan informasi disabilitas secara efektif. Bidang strategi yang disusun ulang, “memajukan pembangunan disabilitas yang inklusif”, ditambahkan karena pengarusutamaan perspektif disabilitas ke dalam kegiatan bantuan pembangunan semakin dianggap efektif dalam mencapai tujuan Kerangka Aksi Milenium Biwako. Bidang strategi yang disusun ulang, “Memperkuat pendekatan berbasis komunitas yang komprehensif terhadap (a) pencegahan penyebab disabilitas, (b) rehabilitasi dan (c) pemberdayaan para penyandang disabilitas,” mengembangkan strategi yang ada: “Memperkuat pendekatan berbasis komunitas terhadap pencegahan penyebab disabilitas, rehabilitasi dan pemberdayaan penyandang disabilitas”, yang mencerminkan konsep rehabilitasi berbasis komunitas yang terus berkembang. Selanjutnya, meskipun target 1, 8 dan 9 Kerangka Aksi Milenium Biwako ditetapkan untuk tercapai sebelum 2007, Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya yang belum mencapai target tersebut perlu melanjutkan upaya untuk mencapainya sesegera mungkin. Strategi 6 dan 7 Kerangka, yang belum dibatalkan oleh persetujuan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, dirumuskan ulang seperti strategi 4 dan 5 dalam dokumen ini.

A.              Memperkuat pendekatan berbasis hak terhadap isu-isu disabilitas

Strategi 1

26.            Pemerintah mencatat tren yang baru muncul tentang pemahaman disabilitas sebagai konsep yang terus berkembang dan didorong untuk mengakui disabilitas sebagai hasil interaksi antara penyandang gangguan serta sikap dan hambatan lingkungan yang menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka di masyarakat atas dasar kesetaraan dengan orang lain. Pemerintah didorong untuk meleburkan pemahaman disabilitas ini ke dalam kebijakan yang telah ada dan yang baru. Perhatian khusus harus diberikan untuk menghapus hambatan yang mencegah penyandang disabilitas berpartisipasi secara penuh di masyarakat dan menjalankan hak-haknya.

Strategi 2

27.            Pemerintah harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengubah atau mencabut hukum yang tidak selaras dengan instrumen internasional hak asasi manusia dan disabilitas di mana Pemerintah menjadi pihaknya, dan menyetujui hukum yang memajukan hak-hak penyandang disabilitas.

Strategi 3

28.            Pemerintah didorong untuk mengambil langkah-langkah, termasuk pengembangan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan antidiskriminasi, untuk memajukan dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas secara efektif.

Strategi 4

29.            Pemerintah didorong untuk mempertimbangkan pembentukan mekanisme yang efektif, mandiri, berperan sebagai penasehat dan representatif, atau menunjuk mekanisme yang ada, untuk membantu memantau dan mengevaluasi pelaksanaan sistem hukum, administrasi dan kelembagaan yang ditujukan untuk memajukan dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas.

Strategi 5

30.            Pemerintah didorong untuk secara prioritas mempertimbangkan penandatanganan ratifikasi atau aksesi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Protokol Opsional Konvensi, serta memajukan dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas sehingga mereka bisa menikmati seluruh hak asasi manusia dan kebebasan mendasar.

Strategi 6

31.            Pemerintah, berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, harus mengambil langkah-langkah positif dalam memfasilitasi ketersediaan akomodasi yang layak untuk menyetarakan kesempatan yang ada bagi penyandang disabilitas di seluruh bidang kehidupan. Akomodasi yang layak mengacu pada modifikasi dan penyesuaian seperlunya dan tepat yang tidak memberi beban tidak proporsional dan tidak semestinya, jika dibutuhkan dalam hal tertentu, untuk menjamin bahwa penyandang disabilitas bisa menikmati dan melaksanakan, atas dasar kesetaraan dengan orang lain, seluruh hak asasi manusia dan kebebasan mendasar.

Strategi 7

32.            Pemerintah harus memajukan akses keadilan bagi penyandang disabilitas atas dasar kesetaraan dengan orang lain.

B.               Memajukan lingkungan yang memungkinkan dan memperkuat mekanisme yang efektif untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan

Strategi 8

33.            Pemerintah di seluruh tingkat didorong untuk mengembangkan dan memperbaharui rencana aksi disabilitas dengan target waktu yang jelas dan mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan rencana dan memantau pelaksanaannya. Jika diperlukan, pelajaran yang dipelajari dari rencana aksi sebelumnya harus dipertimbangkan.

Strategi 9

34.            Pemerintah harus, jika belum melakukannya, membentuk atau menunjuk mekanisme kelembagaan untuk mengkoordinasi dan memantau kebijakan dan program terkait disabilitas; hal ini harus menjamin keefektifan dan keteraturan baik partisipasi perwakilan seluruh kementerian maupun partisipasi penyandang disabilitas. Pemerintah daerah harus menjadi bagian menyeluruh dari mekanisme ini.

Strategi 10

35.            Pemerintah harus, dalam batas kemampuan ekonomi dan tingkat pembangunannya, membiayai pelaksanaan kebijakan dan program terkait, pengumpulan data dan peningkatan kecakapan pejabat pemerintah, para ahli dan penyandang disabilitas serta pelaksanaan mekanisme koordinasi hal-hal terkait disabilitas secara memadai dan berkelanjutan.

Strategi 11

36.            Seluruh pemangku kepentingan harus meningkatkan kesadaran akan pendekatan berbasis hak dan pembangunan disabilitas yang inklusif melalui jaringan dan kolaborasi yang efektif dengan media, lembaga penelitian, profesional hukum, lembaga donor dan pembangunan serta sektor swasta.

Strategi 12

37.            Pemerintah, bersama-sama dengan pemangku kepentingan lainnya, harus menjamin bahwa Kerangka Aksi Milenium Biwako dan dokumen ini disebarluaskan dengan cara yang tepat.

C.              Meningkatkan ketersediaan dan mutu data dan informasi disabilitas lainnya untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan

Strategi 13

38.            Pentingnya pengumpulan data tentang disabilitas harus ditekankan dan dianjurkan tidak hanya di dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa tetapi juga di antara pengambil keputusan di tingkat nasional, termasuk biro statistik nasional, serta lembaga akademis, organisasi swa-bantu dan organisasi masyarakat sipil lainnya.

Strategi 14

39.            Pemerintah didorong untuk mengembangkan kebijakan dan hukum yang mengamanatkan pengumpulan data tentang disabilitas, serta mengalokasikan sumber daya yang diperlukan. Kebijakan dan hukum tersebut harus, antara lain, menghormati privasi penyandang disabilitas.

Strategi 15

40.            Sejauh mungkin, data harus diklasifikasikan berdasarkan status sosial ekonomi penyandang disabilitas, termasuk jenis gangguan, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

Strategi 16

41.            Pemerintah harus membangun kecakapan nasional agar data tentang disabilitas bisa dikumpulkan secara secara berkala melalui sensus dan survey penduduk serta disebarluaskan.

Strategi 17

42.            Pemerintah didorong untuk mengembangkan metode pengumpulan data yang inovatif untuk menggambarkan kebutuhan penyandang disabilitas, khususnya mereka yang buta huruf atau tinggal di daerah terpencil.

Strategi 18

43.            Pemerintah didorong untuk melakukan pengkajian berkala terhadap dampak kebijakan dan program yang dimaksudkan untuk memperbaiki situasi penyandang disabilitas dan menjamin bahwa mereka menikmati hak asasi manusia dan kebebasan mendasarnya secara penuh.

Strategi 19

44.            Pemerintah, berkooperasi dengan ESCAP, harus, sebagaimana diperlukan, mengambil langkah-langkah untuk menegaskan masalah penyandang disabilitas dan mengembangkan rencana aksi mendatang melalui kuesioner dan survey, tergantung pada ketersediaan sumber daya.

Strategi 20

45.            ESCAP, organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, lembaga dan organisasi antar pemerintah lainnya, harus, atas permintaan, membantu pemerintah dalam menetapkan standar statistis dan merumuskan kebijakan tentang penyandang disabilitas.


D.              Memajukan pembangunan disabilitas yang inklusif

Strategi 21

46.            Pemerintah di seluruh tingkat, berkolaborasi dengan organisasi dan lembaga pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi pembangunan internasional, regional dan nasional, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil lainnya, harus mengarusutamakan perspektif disabilitas dalam pembangunan dan pelaksanaan seluruh rencana pembangunan sosial dan ekonomi, khususnya yang terkait Tujuan Pembangunan Milenium. Pembangunan indikator disabilitas dalam Tujuan Pembangunan Milenium harus dipertimbangkan.

Strategi 22

47.            Organisasi dan lembaga internasional, regional dan nasional, termasuk organisasi dan lembaga pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, didorong untuk mengarusutamakan perspektif disabilitas ke dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan dan program umum mereka. Kooperasi ekonomi dan teknis harus menjadi bagian yang menyeluruh dari upaya ini.

Strategi 23

48.            Manajemen bencana disabilitas yang inklusif harus dimajukan. Perspektif disabilitas sepatutnya harus diikutsertakan dalam pelaksanaan kebijakan dan prakarsa di bidang ini, termasuk Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015, kerangka internasional untuk memajukan komitmen pemerintah terhadap manajemen bencana. Konsep desain universal harus diintegrasikan ke dalam pembangunan infrastruktur berupa siaga bencana dan kegiatan rekonstruksi pasca bencana.

E.               Memperkuat pendekatan berbasis komunitas komprehensif terhadap isu-isu disabilitas untuk mencegah penyebab disabilitas, rehabilitasi dan pemberdayaan penyandang disabilitas.



Strategi 24

49.               Pemerintah, berkolaborasi dengan organisasi dan lembaga pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi dan lembaga pembangunan internasional, regional dan nasional, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil lainnya, didorong untuk menerapkan langkah-langkah rehabilitasi berbasis komunitas yang komprehensif, dengan mempertimbangkan rekomendasi yang terkandung dalam naskah sikap bersama ILO/UNESCO/WHO sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 di atas.

Strategi 25

50.           Pemerintah didorong untuk mengambil langkah-langkah tepat dan efektif untuk mengurangi penyebab disabilitas yang dapat dicegah, seperti kecelakaan lalu lintas dan penyakit.


V.              MENINGKATKAN KOOPERASI DAN DUKUNGAN DALAM MENCAPAI KERANGKA AKSI MILENIUM BIWAKO

51.            Kerangka Aksi Milenium Biwako memiliki tujuh strategi yang yang digolongkan ke dalam tiga bidang “kooperasi dan dukungan dalam mencapai Kerangka Aksi Milenium Biwako”, yaitu “kooperasi dan kolaborasi subregional”, kolaborasi regional” dan “kolaborasi antarregional”. Berikut merupakan strategi tambahan untuk memperkuat pelaksanaan target Kerangka Aksi Milenium Biwako.

Strategi 26

52.            Bersama-sama dengan mitra seperti Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Buruh Internasional, Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Kesehatan Dunia, serta dana, lembaga dan badan hukum terkait lainnya di dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, ESCAP harus meningkatkan koordinasi antar lembaga untuk melaksanakan Kerangka Aksi Milenium Biwako dan Biwako Plus Five secara efektif.

Strategi 27

53.            Pemerintah dan organisasi internasional didorong untuk meningkatkan kooperasi dan kolaborasi subregional dengan melibatkan mereka dalam organisasi pemerintah subregional dan melalui program dan proyek regional, seperti Program Ekonomi Khusus Asia Tengah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kolaborasi dengan organisasi, proyek dan kegiatan regional dan subregional  terkait disabilitas, seperti Pusat Pembinaan Disabilitas Asia Pasifik, Forum Disabilitas Asia dan Pasifik dan Forum Kepulauan Pasifik, harus didorong.

Strategi 28

54.            Dalam mendukung efektivitas pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako dan Biwako Plus Five, ESCAP didorong untuk mengembangkan jaringan pengetahuan serta menyebarluaskan dan menukar informasi di seluruh wilayah mengenai praktek yang baik dalam berkooperasi dengan pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta dan dalam bermitra dengan forum internasional dan regional, seperti Pusat Pembinaan Disabilitas Asia Pasifik, Forum Kepulauan Pasifik dan Forum Disabilitas Asia dan Pasifik.

VI.            MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMANTAUAN DAN TINJAUAN

55.            Tinjauan pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako dan Biwako Plus Five harus diselenggarakan di akhir Dasawarsa, pada 2012, di tingkat regional, subregional dan nasional.



[1] Lihat resolusi Komisi 48/3 tanggal 23 April 1992.

[2] Lihat resolusi Komisi 59/3 tanggal 4 September 2003 (untuk naskah Kerangka Aksi Milenium Biwako, lihat E/ESCAP/APDDP/4/Rev.1).

[3] Disetujui di Pertemuan Tingkat Tinggi Antar Pemerintah dalam Peluncuran Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan Pasifik, yang diselenggarakan di Beijing, 1-5 Desember 1992. Lihat juga resolusi Komisi 49/6 tanggal 29 April 1993 tentang Pernyataan Resmi dan Agenda Aksi Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan Pasifik, 1993-2002.


[4] Resolusi Majelis Umum 61/106 tanggal 13 Desember 2006, lampiran I dan II.

[5] Kantor Perburuhan Internasional, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan dan Organisasi Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa, CBR: Strategi Rehabilitasi, Kesetaraan Kesempatan, Pengentasan Kemiskinan Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas (Jenewa, Organisasi Kesehatan Dunia, 2004).

[6] Lihat A/60/687.

[7] Resolusi Majelis Kesehatan Dunia WHA58.23 tanggal 25 Mei 2005 tentang disabilitas termasuk pencegahan, manajemen dan rehabilitasi.

[8] A/CONF.206/6 and Kor.1, bab.I, resolusi 2.

[9] E/ESCAP/902, lampiran I.

[10] Resolusi Majelis Umum 60/1 tanggal 16 September 2005.



Silahkan Unduh di Biwako Plus Five dalam Bahasa Indonesia