Search This Blog

Introduction

Bermula dari dirangkai. Titik demi titik dirangkai menjadi garis. Garis demi garis dirangkai menjadi huruf. Huruf demi huruf dirangkai menjadi kata. Kata demi kata dirangkai menjadi kalimat. Kalimat demi kalimat dirangkai menjadi alinea.

Friday, May 6, 2016

What Diah Has Mini Researched: Makna Simbol Akses Disabilitas



Ada dua belas simbol yang digunakan untuk mempromosikan dan mempublikasikan aksesibilitas lokasi, acara kegiatan-kegiatan lainnya untuk berbagai penyandang disabilitas.
 

Simbol Akses untuk Penyandang Tunanetra atau Berpenglihatan Rendah

Simbol ini digunakan sebagai petunjuk akses untuk penyandang tunanetra dan berpenglihatan rendah, sebaiknya dipasang di lokasi-lokasi seperti lokasi wisata berpemandu, jalan menuju kawasan alam atau taman bunga, lokasi wisata taktil atau pameran museum yang bisa diraba.






 

Simbol Aksesibilitas

Simbol ini digunakan sebagai petunjuk akses untuk penyandang mobilitas terbatas, termasuk pengguna kursi roda. Simbol ini digunakan sebagai petunjuk pintu masuk dan ruang mandi yang mudah diakses atau letak telepon yang lebih rendah untuk pengguna kursi roda. 






Simbol Deskripsi Audio untuk Televisi, Video dan Film

Simbol ini digunakan sebagai petunjuk bahwa penyandang tunanetra atau berpenglihatan rendah bisa menikmati seni pertunjukan, seni visual, televisi, video dan film dengan mendengarkan narasi atau komentar tentang unsur-unsur visual secara langsung melalui headphone dan pemancar mini yang disampaikan oleh pendeskripsi audio terlatih.






Simbol Mesin Tik Telepon atau Telephone Typewriter (TTY)

Perangkat ini juga dikenal sebagai telepon teks (TT) atau perangkat telekomunikasi untuk penyandang tunarungu. Simbol ini digunakan sebagai petunjuk tersedianya perangkat yang digunakan bersama telepon untuk berkomunikasi dengan dan antara penyandang tunarungu, orang dengan kesulitan pendengaran, kelainan berbicara dan/atau kelainan pendengaran.





Simbol Telepon Kendali Volume Suara (Volume Control Telephone)

Simbol ini digunakan sebagai petunjuk tersedianya telepon dengan handset berpengeras suara dan/atau kendali volume suara yang bisa disesuaikan.









Simbol Penerjemahan Bahasa Isyarat

Simbol ini digunakan sebagai petunjuk bahwa penerjemahan bahasa isyarat tersedia selama berlangsungnya kuliah, wisata, film, pertunjukan, konferensi dan acara-acara lainnya.








Simbol Sistem Bantu Dengar

Sistem ini memancarkan suara melalui alat bantu dengar atau headset, termasuk sistem infra merah, pendengaran jarak jauh dan modulasi frekuensi.










Simbol Huruf Cetak yang Mudah Diakses

Simbol huruf bercetak besar adalah “Large Print” yang dicetak dengan ukuran huruf 18 atau lebih. Selain digunakan sebagai petunjuk dalam buku, pamflet, petunjuk museum atau acara teater, simbol Large Print juga digunakan dalam konferensi atau formulir keanggotaan untuk menunjukkan bahwa bahan materi dengan huruf bercetak besar tersedia.






Simbol Informasi

Simbol ini digunakan sebagai petunjuk lokasi bagian informasi atau keamanan, di mana tersedia informasi atau bahan materi khusus terkait akses akomodasi dan layanan, seperti bahan materi dengan huruf bercetak besar, rekaman kaset audio dan wisata dengan penerjemah bahasa isyarat.







Simbol Tayangan Teks Tertutup atau Closed Captioning (CC)

Tayangan Teks Tertutup atau dikenal sebagai teks di bagian bawah (subtitle) memungkinkan penyandang tunarungu atau orang dengan kesulitan pendengaran membaca transkrip bagian dari video, film, pertunjukan atau acara lainnya. Selama video diputar, ujaran dan suara-suara terkait ditulis dengan teks.  






Simbol Tayangan Teks Terbuka atau Opened Captioning (OC)

Simbol ini digunakan sebagai petunjuk bahwa tayangan teks yang menerjemahkan dialog dan suara-suara lainnya dengan huruf cetak ditayangkan di rekaman video, film, acara televisi dan pertunjukkan audio. Tayangan teks terbuka ini dipilih banyak orang, termasuk penyandang tunarungu, orang dengan kesulitan pendengaran dan orang yang bahasa keduanya adalah Bahasa Inggris. Tayangan teks terbuka ini juga membantu anak-anak cara membaca dan menjaga  tingkat suara minimal di museum dan rumah makan.



Simbol Huruf Braille

Simbol ini digunakan sebagai petunjuk bahwa bahan materi bercetak huruf Braille tersedia.




 


Thursday, December 31, 2015

What Diah Has Mini-Researched: Hikmah Spiritualitas di Balik Disabilitas



Dari segi spiritualitas, beberapa penyandang disabilitas, bahkan non-penyandang disabilitas, mengajukan berbagai pertanyaan seputar esensi disabilitas.  Mereka bertanya-tanya dalam hati: Kenapa Tuhan harus mengadakan disabilitas? Kenapa Tuhan yang baik membiarkan umat-Nya menderita? Apa salahku? Kenapa Aku pantas menyandang disabilitas? Apa makna disabilitas di balik pernyataan bahwa manusia ciptaan yang paling sempurna? Pertanyaan-pertanyaan gugatan tersebut terbenam dalam benak mereka sehingga menimbulkan pergumulan batin berupa konflik dan ketegangan dengan diri sendiri, sesama atau ilahi. Mengalami pergumulan batin bukan berarti kurangnya iman atau ketidakdewasaan spiritual, tetapi merupakan proses perkembangan spiritual yang alami dan wajar.

Tidak hanya faktor lingkungan, ajaran, dan kepercayaan yang menghasilkan keanekaragaman hikmah disabilitas, melainkan juga pengalaman disabilitas yang unik dari masing-masing individu. Beberapa orang memandang karma sebagai akar penyebab disabilitas. Penyandang disabilitas mendapatkan karma atas kesalahan yang pernah dilakukannya di kehidupan lampau, oleh karena itu perhatian khusus tidak diperlukan. Manusia harus menderita bersama disabilitas untuk mencapai karma yang lebih baik di kehidupan mendatang.

Banyak yang menentang pandangan ini. Bagi yang menentangnya, disabilitas bukan merupakan akibat dari karma buruk.  Setiap kehidupan yang dijalani terpisah dari keseluruhan kehidupan itu tersendiri. Manusia lahir tidak membawa karma dari kehidupan sebelumnya. Dilahirkan dengan disabilitas bukanlah hukuman dan manusia dilahirkan tidak untuk menderita. Sebelum inkarnasi, manusia merencanakan kehidupan yang akan dijalani, termasuk tantangan dan rintangan yang dihadapi. Sebagian besar manusia memilih dilahirkan sebagai penyandang disabilitas.

Lainnya mengaitkan disabilitas dengan dosa. Penyandang disabilitas dianggap sebagai penanggung dosa bapak dan ibunya atau yang bersangkutan. Akibatnya stigma negatif melekat tidak hanya pada penyandang disabilitas, melainkan juga seluruh anggota keluarganya. Keluarga mengucilkan penyandang disabilitas dengan cara tidak menyekolahkannya dan tidak memberinya kesempatan memiliki peran berarti dalam masyarakat.

Selain itu, pandangan bahwa disabilitas merupakan cobaan dari ilahi yang harus diterima dengan pasrah masih melekat si masyarakat. Terbentuk pola pikir dalam diri penyandang disabilitas bahwa disabilitas termasuk stigma dan keterbatasannya merupakan takdir ilahi yang harus diterima dengan lapang dada. Hal ini mengakibatkan penyandang disabilitas tidak berupaya merehabilitasi dirinya dan meningkatkan potensi diri sendiri karena cenderung menerima nasib.

Terakhir, ada yang memandang disabilitas disebabkan oleh kerasukan setan. Satu-satunya cara untuk “menyembuhkan” adalah dengan melakukan pengusiran setan. Proses pengusiran setan kadang-kadang sangat kejam dan menyebabkan cedera lebih lanjut, bahkan kematian.

Pandangan-pandangan negatif tentang disabilitas tersebut di atas mengakibatkan penyandang disabilitas tidak termotivasi untuk berkarya dan akhirnya hanya menjadi beban keluarga. Masyarakat pun tidak memberikan kesempatan setara kepada penyandang disabilitas untuk berpartisipasi di berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, buang jauh-jauh pandangan-pandangan negatif tersebut. Mempertanyakan keberadaan disabilitas boleh-boleh saja, tetapi tidak seharusnya manusia berpendapat bahwa Tuhan atau setan bertanggung jawab atas disabilitas seseorang.

Memandang disabilitas sebagai aspek keanekaragaman umat manusia, sama halnya dengan ras, suku, adat istiadat, jenis kelamin, umur, status sosial, keyakinan politik dan ideologi, merupakan bentuk penerimaan dan rasa hormat kepada penyandang disabilitas. Pandangan ini merupakan pandangan yang membangun, positif dan sehat baik untuk penyandang disabilitas maupun non-penyandang disabilitas.

Aspek keanekaragaman umat manusia memungkinkan manusia merekonstruksi spiritualitas tentang disabilitas tidak berdasarkan teori kekurangan. Selama disabilitas dianggap sebagai sesuatu yang kurang, keterlibatan penyandang disabilitas akan selalu diabaikan dan dikecualikan di dunia ini. Padahal, keberadaan penyandang disabilitas membuat manusia bertoleransi satu sama lain serta menambah warna-warni kehidupan.

Lebih lanjut, pandangan spiritualitas tentang disabilitas tersebut pada dasarnya memperluas pemahaman kemanusiaan itu sendiri dengan meruntuhkan kekuasaan dunia yang mutlak dan menolak kemanusiaan eksklusif yang hanya dimiliki oleh kaum mayoritas. Setiap manusia tetap mempertahankan sifat-sifat individu yang sejati di dunia disabilitas. Melalui cara ini, kemanusiaan diperkaya melalui keanekaragaman.

Tidak hanya itu. Disabilitas mengajarkan manusia untuk menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan, berupa pengorbanan cinta, welas asih, perawatan penuh kesabaran dan ketekunan yang diberikan oleh keluarga, teman dan pelaku rawat kepada penyandang disabilitas. Melakukan perbuatan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan secara ikhlas merupakan amal kebajikan yang mencerminkan ibadah kepada Ilahi.

Dengan demikian, alih-alih mencari jawaban atau menyalahkan disabilitas, melanjutkan hidup dengan mengembangkan anugerah dan bakat yang dimiliki merupakan cara terbaik penyandang disabilitas berdamai dengan disabilitasnya. Dalam hal ini, spiritualitas apapun yang dijunjung berperan penting mengegolkan ikhtiar tersebut. Spiritualitas membantu manusia menemukan makna hidup dengan menghargai dan mencintai sesama. Bagi penyandang disabilitas sendiri, spiritualitas memberikan ketentraman batin pada saat putus asa dan terkucilkan.