Sumber: feministsforchoice.com |
Kehadiran seorang anak kadang-kadang bukan dambaan seseorang. Alasan-alasan berupa kehamilan di luar nikah, keadaan ekonomi yang sulit, korban pemerkosaan, dan kondisi janin yang cacat menjadi dasar untuk melakukan aborsi. Aborsi merupakan tindakan menghentikan kehamilan melalui pengangkatan janin dari uterus yang mengakibatkan kematian janin.
Aborsi yang aman dan legal dilakukan oleh seorang dokter kandungan yang ahli dan berkompeten. Namun banyak aborsi yang dilakukan sendiri dan sembunyi-sembunyi karena kurangnya pengetahuan dan rasa malu karena memiliki anak yang tak diinginkan sehingga aborsi gagal dilakukan dan kemungkinan anak yang dilahirkan akan cacat seperti sengaja melakukan pekerjaan yang berat, meminum jamu herbal dan memasukkan benda tajam ke dalam vagina.
Di berbagai belahan dunia, aborsi menjadi isu perdebatan yang kontroversial di masyarakat karena berkaitan dengan sistem nilai yang dianut. Perdebatan yang meliputi pembahasan moral dan hukum aborsi melibatkan dua kelompok, yaitu pro-pilihan dan pro-kehidupan. Masing-masing kelompok beserta opini filosofisnya berusaha mengubah cara pandang masyarakat tentang aborsi dan memperoleh dukungan hukum.
Pro-Pilihan Versus Pro-Kehidupan
Gerakan pro-pilihan atau gerakan hak-hak aborsi memandang bahwa perempuan memiliki hak menghentikan kehamilan. Hak ini meliputi jaminan hak reproduksi yang lebih luas seperti akses pendidikan seksual, perawatan kontrasepsi dan kesuburan serta aborsi legal dan aman. Pendukung pro-pilihan berpendapat bahwa aborsi merupakan hak pribadi yang tidak bisa diganggu gugat karena melibatkan tubuh, kesehatan dan masa depan pribadi seorang perempuan.
Dari segi filosofis, mereka berpendapat bahwa janin dalam rahim bukan manusia namun hanya telur yang dibuahi sehingga tidak memiliki hak asasi manusia. Alasan dasar yang dikemukan pendukung gerakan pro-pilihan antara lain perempuan yang memutuskan untuk aborsi melakukannya pada trimester pertama, pada saat itu janin melekat pada plasenta dan tali pusat sehingga pertumbuhan dan kesehatannya tergantung pada ibu yang mengandungnya dan tidak bisa dianggap sebagai entitas terpisah karena tidak bisa hidup di luar rahim. Alasan ini juga memperkuat bahwa aborsi bukanlah pembunuhan.
Di pihak oposisi, dikenal gerakan pro-kehidupan yang berpendapat janin harus dipertahankan karena memiliki hak untuk hidup. Kehidupan setiap manusia harus dihargai dari pembuahan hingga kematian sehingga setiap tindakan sengaja yang bertujuan menghancurkan janin atau embrio dilarang secara etika dan moral serta dapat dihukum. Jika tidak ingin atau tidak mampu membesarkan anak, perempuan diberi pilihan untuk mengizinkan anaknya diadopsi. Pendukung gerakan pro-kehidupan tidak hanya menentang aborsi, melainkan juga seluruh tindakan yang mengakhiri kehidupan manusia seperti euthanasia dan hukuman mati.
Aborsi di Indonesia
Ketentuan hukum tentang aborsi di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang tentang Kesehatan. Menurut pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348 dan 349 KUHP, aborsi merupakan tindakan kriminal. Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur antara lain seorang perempuan yang sengaja melakukan aborsi dihukum penjara maksimal 4 tahun (pasal 346 KUHP), seorang perempuan yang sengaja membunuh bayi pada saat atau setelah dilahirkan dihukum penjara maksimal 7 tahun bagi yang tidak merencanakan terlebih dahulu (pasal 341 KUHP) sedangkan dihukum penjara maksimal 9 tahun bagi yang merencanakan terlebih dahulu (pasal 342 KUHP). Bahkan dokter, bidan atau tenaga kesehatan yang membantu melakukan aborsi pun dihukum penjara maksimal 16 tahun jika tanpa seizin perempuan dan 7 tahun 4 bulan jika seizin perempuan serta surat izin prakteknya dicabut (pasal 349 KUHP jo pasal 347 dan 348 KUHP).
Dengan hadirnya UU tentang Kesehatan, aborsi tidak lagi dikategorikan perbuatan kriminal yang harus dipidana. Dalam keadaan darurat aborsi dapat diizinkan jika terdapat indikasi kesehatan dengan tujuan menyelamatkan nyawa ibu. Aborsi dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 minggu serta sebelum dan sesudah melakukan aborsi perempuan harus menerima konseling. Aborsi yang dilakukan oleh dokter ahli kandungan, dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan di suatu sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan memadai harus mendapat persetujuan dari suami atau anggota keluarganya. Namun, UU Kesehatan mempersempit pelaku aborsi karena menjatuhkan pidana hanya kepada dokter yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hukuman yang dijatuhkan berupa penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak 1 milyar rupiah (pasal 194 UU No. 39 tahun 1999).
Di Indonesia, pandangan tentang aborsi juga dipengaruhi oleh agama. Islam sebagai agama berpenganut terbanyak memberikan berbagai pandangan namun sebagian besar menyatakan aborsi boleh dilakukan sebelum janin berusia 120 hari dan jika nyawa ibu terancam atau menjadi korban pemerkosaan.
Sedangkan Kristen sebagai agama berpenganut terbanyak kedua telah mengalami perubahan pandangan tentang aborsi seiring zaman. Gereja Katolik menentang semua tindakan yang bertujuan menghentikan kehamilan. Seorang perempuan yang melakukan aborsi hanya dapat dihapus dosanya melalui pengakuan dosa dan mendapatkan pengampunan. Di kalangan Protestan, pandangan tentang aborsi berbeda-beda, namun secara umum mereka mengizinkan aborsi dengan beberapa pengecualian.
Keputusan Saya
Baik laki-laki maupun perempuan dianugerahi hak asasi manusia oleh Tuhan Yang Maha Esa. Negara melindungi setiap warga Negara dalam melaksanakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia secara penuh dan tanpa diskriminasi. Terkait dengan aborsi, Negara menjamin dan melindungi hak khusus yang melekat pada diri perempuan dikarenakan fungsi reproduksinya.
Kaum perempuan berhak menentukan kehendak sendiri dan mengendalikan kehidupannya secara bertanggung jawab dan mandiri. Kemampuan memilih jalan hidup tidak hanya terbatas pada hak kebebasan reproduksi namun juga hak memiliki dan menjalani kehidupan pribadi. Setiap orang harus menghormati, menghargai dan mendukung keputusan yang diambil.
Saya berpihak pada gerakan pro-pilihan. Pendapat saya, seorang perempuan boleh melakukan aborsi jika dia merasa aborsi menjadi pilihan krusial. Situasi ini terjadi dalam hal pemerkosaan, kegagalan kontrasepsi, kesehatan atau kehidupan dirinya terancam, janin mengalami kelainan bawaan dan ketidaksanggupan membesarkan anak karena minimnya kondisi ekonomi atau hamil di luar nikah.
Gerakan pro-kehidupan menawarkan adopsi sebagai alternatif aborsi. Namun, pilihan aborsi atau adopsi tetap diserahkan kembali kepada perempuan tersebut. Sangat sulit menemukan orang tua yang tepat, apalagi jika anak yang dilahirkan cacat, sehingga anak terabaikan dan kebutuhannya tidak terpenuhi. Di samping itu, jumlah anak yang mengharapkan diadopsi lebih banyak dibandingkan jumlah orang tua yang ingin mengadopsi mereka.
Dengan dilakukannya aborsi yang bermutu, higenis dan aman oleh dokter ahli, resiko kematian ibu akibat komplikasi-komplikasi tak terduga berkurang dan kesehatan reproduksi ibu terjaga. Sebaiknya aborsi dilakukan sebelum usia janin 12 minggu karena pada usia itu kemungkinan rasa sakit sangat kecil. Untuk menghindari trauma psikologis yang akhirnya mengganggu kesehatan mental, perempuan harus memperoleh konseling atau nasehat pra dan pasca tindakan dari konselor yang berkompeten dan berwenang. Yang terutama, dukungan, perhatian dan kasih dari keluarga dan orang-orang terdekat sangat berpengaruh dalam membangkitkan semangat hidupnya kembali.
Also available at: Kompasiana