Telah kutemukan cinta di sudut ruang hatinya tanpa sengaja. Cinta yang tak pernah kucari datang dengan sendirinya dengan membawa berkah dan harapan. Cinta mengalir dari ujung ke pangkal jiwa tanpa syarat, apa adanya. Tak ada keraguan untuk saling berjanji mengikat. Tak satu pun yang menghalangi gelora cinta yang menggebu-gebu. Cinta menjadi alasan menepis prahara. Asmaraloka dijelajahi demi merajut kasih dan mewujudkan selimut kebahagiaan. Musim demi musim selalu diisi dengan kebersamaan tanpa kehadiran yang lain.
Kata hati, perasaan, hasrat jiwa, dorongan batin, saling ditelisik untuk melenyapkan keresahan hati dan menemukan ketengan jiwa. Selama cinta ada dalam sanubari, percaya adalah kunci utama menumpas kecemburuan. Dengan cinta, luka yang tergores mampu terobati. Denga cinta, hati gelisah sirna setelah berada di sisinya. Meski saling berjauhan, cinta selalu hadir karena telah menyatukan jiwa, darah, rasa, batin dan isi pikiran. Cinta membuat buta dan gila, apa saja dilanggar, sampai dosa pun direnggut.
Setelah buih-buih kehidupan diarungi bersama sepanjang milyaran menit, cinta mencapai titik jenuh. Dewi cinta sudah tidak lagi menaungi jiwa. Tak ada lagi panggilan sayang. Satu sama lain mengabaikan kekalutan perasaan. Kepercayaan direnggut karena kebohongan-kebohongan mulai meradang. Jiwa, darah, rasa, batin, dan isi pikiran bercerai, yang satu mengikuti arah mata angin utara, yang satu lagi selatan. Perjumpaan merupakan derita yang menyesakkan hati. Sucinya cinta berubah menjadi luka yang menyakitkan. Telah habis kekuatan lahir dan batin menopang cinta untuk tetap bertahan. Tidak ada usaha lagi untuk merekatkan kembali tali cinta yang telah terputus.
Akhirnya, dengan segenap perasaan yang paling dalam, cinta memisahkan diri setelah keegoisan-keegoisan muncul ke permukaan. Telah disadari, keegoisan hanya bisa hidup dari cintanya sendiri.
Jakarta, Agustus - September 2000
Also available at: Media Sastra
No comments:
Post a Comment