BIWAKO PLUS FIVE:
UPAYA LEBIH LANJUT UNTUK MENUJU MASYARAKAT INKLUSIF,
BEBAS HAMBATAN DAN BERBASIS HAK UNTUK PENYANDANG DISABILITAS DI ASIA DAN
PASIFIK
Disetujui oleh Pertemuan
Tingkat Tinggi Antar Pemerintah tentang Tinjauan Pertengahan Dasawarsa
Penyandang Disabilitas di Asia dan pasifik, 2003-2012, tanggal 21 September
2007
I.
PEMBUKAAN
1.
Wilayah Asia dan Pasifik merupakan
tempat tinggal bagi dua pertiga dari 650 juta penyandang disabilitas di dunia.
Untuk menjamin hak-haknya lebih diakui, Pemerintah dan pemangku kepentingan
lainnya di wilayah Asia dan Pasifik telah mengambil sejumlah langkah. Melalui
resolusi 58/4 tanggal 22 Mei 2002 tentang pemajuan masyarakat inklusif, bebas
hambatan dan berbasis hak untuk penyandang disabilitas di wilayah Asia dan
Pasifik pada abad dua puluh satu, Komisi memperpanjang Dasawarsa Penyandang
Disabilitas Asia dan Pasifik, 1993-2002,[1]
selama satu dasawarsa lagi, yaitu, dari 2003 sampai 2012. Sejak itu, sejumlah
prakarsa yang sejalan dengan perpanjangan Dasawarsa ini telah diluncurkan. Di
antaranya adalah Kerangka Aksi Milenium Biwako untuk menuju Masyarakat
Inklusif, Bebas Hambatan dan Berbasis Hak di Asia dan Pasifik,[2]
yang disetujui oleh Pertemuan Tingkat Tinggi Antar Pemerintah, menyimpulkan
bahwa Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan Pasifik, 1993-2002, yang
diselenggarakan di Otsu, Shiga, Jepang, menjadi penentu pedoman kebijakan untuk
Dasawarsa selanjutnya. Perpanjangan Dasawarsa melanjutkan tujuan Dasawarsa
sebelumnya, 1993-2002, dan komitmen yang dibuat oleh Pemerintah yang
menandatangani Pernyataan tentang Partisipasi dan Kesetaraan Penuh Penyandang
Disabilitas di Wilayah Asia dan Pasifik:[3]
keikutsertaan penuh dan kesetaraan penyandang disabilitas.
2.
Kerangka Aksi Milenium Biwako
dibentuk berdasarkan pencapaian maupun pelajaran yang dipelajari dari
pelaksanaan pedoman kebijakan yang disetujui selama Dasawarsa sebelumnya:
Agenda Aksi Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan Pasifik, 1993-2002
(E/ESCAP/APDDP/2). Agenda Aksi Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan
Pasifik ini menekankan pergeseran paradigma dari pendekatan berbasis amal ke
pendekatan berbasis hak dalam membina penyandang disabilitas. Juga memajukan
masyarakat bebas rintangan, inklusif dan berbasis hak, yang merangkul
keanekaragaman umat manusia. Selanjutnya, memungkinkan dan meningkatkan
kontribusi sosioekonomi para anggotanya dan menjamin terwujudnya hak-hak
tersebut oleh penyandang disabilitas.
Kerangka Aksi Milenium Biwako menetapkan 7 bidang prioritas dan 4 bidang
strategi utama dengan 21 target dan 17 strategi. Melalui Resolusi Komisi 59/3
tanggal 4 September 2003, Pemerintah negara-negara di Asia dan Pasifik,
berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya, seperti lembaga Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan organisasi masyarakat
sipil, menegaskan kembali komitmen mereka untuk melaksanakan Kerangka Aksi
Milenium Biwako. Dalam resolusi 61/8 tanggal 18 Mei 2005 tentang tinjauan pertengahan
pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako untuk menuju Masyarakat Inklusif,
Bebas Hambatan dan Berbasis Hak bagi Penyandang Disabilitas di Asia dan
Pasifik, Komisi meminta Sekretaris Eksekutif untuk
menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi antarpemerintah tentang tinjauan
pertengahan Dasawarsa pada 2007.
3.
Salah satu
perkembangan paling signifikan selama lima tahun pertama perpanjangan Dasawarsa
adalah persetujuan Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Protokol
Opsional[4]
Konvensi tersebut. Hal ini menandai awal mula era baru dalam upaya global
memajukan dan melindungi hak-hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya
penyandang disabilitas, serta memajukan pembangunan disabilitas yang inklusif
dan kooperasi internasional. Dengan disetujuinya Konvensi, Majelis Umum
mengimbau negara-negara untuk secara prioritas mempertimbangkan menandatangani
dan meratifikasi Konvensi dan Protokol Opsional. Konvensi ini mewakili gagasan
terbaru dari negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang isu ini.
Konvensi ini mengakui bahwa pemajuan penikmatan penuh hak asasi manusia dan
kebebasan mendasar oleh penyandang disabilitas serta partisipasi penuh oleh
penyandang disabilitas akan menghasilkan rasa kebersamaan yang lebih besar dan
peningkatan pembangunan manusia, sosial dan ekonomi secara signifikan di
masyarakat serta pengentasan kemiskinan. Untuk membangun pengalaman regional
dalam merumuskan dan melaksanakan Kerangka Aksi Milenium Biwako, para anggota
dan anggota luar biasa Komisi menyumbang proses rancangan global melalui
rangkaian upaya termasuk pengajuan, pada 2003, proposal dan rancangan regional
yang berjudul “Rancangan Bangkok” kepada
Komite Ad Hoc Konvensi Internasional Menyeluruh dan Utuh tentang Perlindungan
dan Pemajuan Hak Asasi dan Martabat Para Penyandang Disabilitas.
Konvensi maupun Kerangka Aksi Milenium Biwako mengejar tujuan
umum yaitu mencapai masyarakat bebas
hambatan, inklusif dan berbasis hak. Pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako
yang efektif akan membantu pelaksanaan Konvensi secara signifikan, dan
langkah-langkah yang diambil oleh negara-negara yang meratifikasi Konvensi akan
membantu negara-negara tersebut melaksanakan Kerangka Aksi Milenium Biwako.
4.
Lima tahun perpanjangan
Dasawarsa juga membuktikan pembangunan signifikan lainnya. Sebagai contoh, pada
2004, Organisasi Buruh Internasional, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan
dan Organisasi Kesehatan Dunia menerbitkan sebuah naskah sikap bersama[5]
yang menguraikan pendekatan berbasis hak terhadap rehabilitasi dan pelayanan
berbasis komunitas. Konferensi
Tingkat Tinggi Dunia tentang Masyarakat Informasi menyetujui Komitmen Tunisia dan Agenda Tunisia untuk
Masyarakat Informasi[6] pada 18 November 2005, yang mengamanatkan pentingnya desain universal
dan teknologi bantu dalam memajukan
akses seluruh orang, termasuk mereka yang disabilitas. Organisasi Kesehatan
Internasional mengamanatkan kebutuhan penelitian dan pelaksanaan langkah-langkah
yang paling efektif untuk mencegah disabilitas dengan berkolaborasi dengan
komunitas dan sektor-sektor lainnya.[7] Konferensi Dunia tentang Pengurangan Resiko Bencana, dalam menyetujui
Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015, Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas
terhadap Bencana,[8]
merekomendasikan, antara lain, memperkuat pelaksanaan mekanisme jaring pengaman
sosial untuk membatu kaum miskin, lansia dan disabilitas.
5.
Penelitian terhadap tinjauan
pertengahan menunjukkan bahwa pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium
Biwako telah menghasilkan banyak perkembangan positif. Jumlah Pemerintah di
wilayah tersebut yang telah menunjukkan komitmen mereka terhadap isu
disabilitas dengan menandatangani Pernyataan Resmi tentang Partisipasi Penuh
dan Kesetaraan Penyandang Disabilitas meningkat.[9] Sejauh ini, 46 Pemerintah telah menandatanganinya. Banyak Pemerintah
yang juga mengambil langkah-langkah untuk meleburkan konsep hak penyandang
disabilitas ke dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan, rencana aksi,
dan kebijakan dan program nasional. Dalam hal ini penyandang disabilitas di
Asia dan Pasifik telah membuktikan kemampuannya. Mereka telah mengamanatkan
kebutuhan mereka dan terlibat dalam diskursus kebijakan selama merancang
Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Mereka
juga menjadi semakin aktif dalam proses pengambilan keputusan di tingkat
regional dan nasional. Peningkatan jumlah bantuan dan lembaga kooperasi
pembangunan internasional telah mengawali penyelidikan dan persetujuan
“pembangunan disabilitas yang inklusif,” yang berfokus pada pengarusutamaan
hak-hak penyandang disabilitas ke dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
pembangunan umum.
6.
Meskipun mengalami kemajuan, tantangan
dan kendala masih tetap ada. Kurangnya ketersedian dan mutu data demografi
serta indikator sosio-ekonomi terkait disabilitas terus menjadi masalah besar.
Banyak Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya melaporkan bahwa kurangnya
sumber daya keuangan dan manusia, pengetahuan teknis dan kecakapan menghalangi
pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako. Meskipun wilayah Asia dan Pasifik
menikmati perkembangan kebijakan disabilitas yang berkesinambungan, pelaksanaan
kebijakan tersebut harus dijamin dan dampaknya diukur. Meskipun penyandang
disabilitas banyak yang semakin diberdayakan, perhatian lebih harus diberikan
kepada kelompok termarjinalisasi, seperti mereka yang menyandang disabilitas
psikososial, disabilitas intelektual atau disabilitas ganda dan mereka yang
tinggal di daerah pedesaan dan terpencil. ESCAP juga ditugasi memajukan
Kerangka Aksi Milenium Biwako di subwilayah seperti Asia Utara dan Tengah dan
mengarusutamakan perspektif disabilitas dalam mekanisme antarpemerintah di
subwilayah. Selama lima tahun terakhir, upaya yang telah dilakukan melalui
pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium telah dikaji secara antusias. Tujuan
terkait pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ektrem serta pencapaian
pendidikan dasar untuk semua telah diwujudkan ke dalam dua dari tujuh bidang
prioritas Kerangka Aksi Milenium Biwako. Kemudian, hak-hak penyandang
disabilitas yang diakui secara khusus dalam Hasil KTT Dunia 2005,[10]
sebagaimana diperhatikan dalam Tujuan Pembangunan Milenium belum memadai dari
perspektif disabilitas. Bencana alam dan situasi lain yang menimbulkan risiko
tinggi, termasuk konflik bersenjata, memperburuk hambatan fisik, institusi,
perilaku dan informasi yang dihadapi semua orang, terutama penyandang
disabilitas. Situasi tersebut menggarisbawahi kebutuhan manajemen bencana
disabilitas yang inklusif yang lebih baik sehubungan dengan bencana alam dan
bencana buatan manusia.
7.
Untuk mendorong Kerangka Aksi Milenium
Biwako, perwakilan negara-negara tingkat menteri di wilayah ini membahas dan
menyelesaikan dokumen ini di Pertemuan Antarpemerintah Tingkat Tinggi tentang
tinjauan pertengahan Dasawarsa Penyandang Disabilitas di Asia dan Pasifik,
2003-2012, yang diselenggarakan di Bangkok dari tanggal 19 sampai 21 September
2007. Hasil Biwako Plus Five mengacu pada temuan dalam tinjauan lima tahunan,
yaitu munculnya kebutuhan wilayah sehubungan dengan disabilitas serta tantangan
dan kendala yang harus diatasi dengan mempertimbangkan perkembangan global. Hasil
ini melengkapi Kerangka Aksi Milenium Biwako dengan harapan tercapainya
kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pelaksanaan Kerangka selama
lima tahun terakhir Dasawarsa (2008-2012) dengan memajukan terwujudnya
masyarakat inklusif, bebas hambatan berbasis hak untuk semua.
II.
SIFAT DAN
PRINSIP-PRINSIP MENYELURUH BIWAKO PLUS FIVE
8.
Biwako
Plus Five melengkapi Kerangka Aksi Milenium Biwako. Dalam hal substansi, Biwako Plus Five
membedakannya dengan Kerangka Aksi Milenium Biwako dengan (a) memberikan aksi
tambahan dalam 7 bidang prioritas, (b) merekonfigurasi 4 bidang strategi ke
dalam 5 bidang dengan 25 strategi tambahan, dan (c) menambah 3 strategi di
dalam “kooperasi dan dukungan serta pemantauan dan peninjauan”.
9.
Biwako
Plus Five harus dilaksanakan atas dasar prinsip dan arah kebijakan yang sama
dengan yang digambarkan dalam Kerangka Aksi Milenium Biwako. Namun demikian,
tiga aspek berikut ini harus diperkuat:
(a)
Pertama, Pemerintah harus, sesuai dengan
batas kemampuan dan pembangunan ekonominya, mengambil langkah-langkah tepat
untuk merancang strategi nasional dan rencana aksi pelaksanaan Kerangka Aksi
Milenium Biwako dan Biwako Plus Five. Pemerintah harus mengakui pentingnya kooperasi
dan kemitraan, untuk mendukung upaya nasional, termasuk melalui alih sumber
daya dan teknologi, sebagaimana diperlukan;
(b)
Kedua, kemitraan antar berbagai pemangku
kepentingan, yaitu, Pemerintah, perwakilan organisasi penyandang disabilitas,
organisasi nonpemerintah internasional, wilayah dan nasional, organisasi dan
lembaga pembangunan, dan sektor swasta, sebagaimana diperlukan, harus dimajukan
di seluruh kegiatan terkait, termasuk penelitian, pengumpulan data, penilaian
kebutuhan, pengembangan kebijakan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi,
peningkatan kecakapan dan peningkatan kesadaran;
(c)
Ketiga, keanekaragaman penyandang
disabilitas harus dihormati bukan hanya karena mereka sasaran kebijakan,
program dan proyek, namun juga karena mereka mitra dalam proses pengambilan
keputusan terkait disabilitas serta pelaksana dan penilai proyek dan kebijakan.
III.
PRIORITAS AKSI
BIDANG MENURUT KERANGKA AKSI MILENIUM BIWAKO
10.
Kerangka
Aksi Milenium Biwako berisi 21 target yang digolongkan ke dalam 7 bidang
prioritas. Meskipun target 1, 2, 3, 4, 5, 16, 17 dan 18 ditetapkan untuk tercapai sebelum 2007, Pemerintah dan
pemangku kepentingan lainnya yang belum mencapai target tersebut mungkin perlu memperkuat upaya mereka untuk
mencapainya sesegera mungkin.
11.
Upaya
lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencapai target yang kemajuannya dirasa
belum memadai dan aksinya masih tertinggal. Berikut ini merupakan aksi tambahan
yang dapat membantu negara-negara mencapai target sesuai dengan masing-masing
bidang prioritas.
A.
Organisasi
swa-bantu penyandang disabilitas serta perhimpunan keluarga dan orang tua
terkait
Aksi yang diperlukan
12.
Pemerintah
di seluruh tingkat didorong untuk mendukung:
(a)
Pengembangan
organisasi penyandang disabilitas serta perhimpunan keluarga dan orang tua
terkait di tingkat daerah dan nasional, dan pemajuan jaringan mereka di tingkat
wilayah, subwilayah dan antarwilayah, untuk menaruh perhatian khusus pada
organisasi swa-bantu penyandang disabilitas intelektual, disabilitas
psikososial dan disabilitas ganda;
(b)
Partisipasi
penyandang disabilitas dalam proses politik dan sipil serta dalam pengembangan,
pelaksanaan dan pemantauan kebijakan dan program ekonomi dan sosial di seluruh
tingkat;
(c)
Pembinaan
pemuda dan pemudi penyandang disabilitas sebagai pemimpin;
(d)
Pengembangan
kemitraan dengan organisasi swa-bantu, khususnya kooperasi antara
kelompok/organisasi swa-bantu penyandang disabilitas berbasis perkotaan dan mitra-mitra
pedesaannya.
13.
Organisasi
swa-bantu penyandang disabilitas serta perhimpunan keluarga dan orang tua
terkait, atas dukungan Pemerintah di seluruh tingkat, harus mengarusutamakan
dirinya ke dalam organisasi swa-bantu dari kelompok dan komunitas rentan
lainnya.
B.
Kaum perempuan
penyandang disabilitas
Aksi
yang diperlukan
14.
Pemerintah
harus memajukan:
(a)
Penyertaan
perspektif jender dalam kebijakan, program, rencana dan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan disabilitas;
(b)
Penyertaan
perspektif perempuan penyandang disabilitas dalam pengembangan kebijakan,
program, rencana dan peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan jender;
(c)
Partisipasi
kaum perempuan penyandang disabilitas dan organisasi perempuan penyandang
disabilitas dalam proses pengembangan kebijakan, program, rencana dan peraturan
perundang-undangan baik yang terkait dengan jender maupun disabilitas.
15.
Pemerintah
mengakui bahwa kaum perempuan dan pemudi penyandang disabilitas mengalami diskriminasi
berkali-kali lipat dan, dalam hal ini, bersama-sama dengan organisasi
swa-bantu, harus mendukung pemberdayaan ekonomi, sosial, budaya dan politik kaum
perempuan penyandang disabilitas, khususnya melalui pelatihan kepemimpinan dan
manajemen secara berkelanjutan. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah
tepat untuk mengatasi diskriminasi terhadap kaum perempuan penyandang
disabilitas dalam segala hal, termasuk yang berkaitan dengan pernikahan,
keluarga, menjadi orang tua dan hubungan, untuk menjamin pengembangan, kemajuan
dan pemberdayaan mereka secara penuh.
16.
Organisasi
swa-bantu harus meninjau struktur, kebijakan, rencana dan operasi yang ada, dengan
mempertimbangkan kebutuhan kaum perempuan penyandang disabilitas, dan secara
aktif mendukung pemberdayaan mereka, dengan maksud untuk membantu mereka
berpartisipasi secara penuh dalam proses pengambilan keputusan.
17.
Organisasi
swa-bantu dan jaringan perempuan penyandang disabilitas, berkolaborasi dengan
organisasi pengembangan berbasis komunitas dan Pemerintah di seluruh tingkat,
harus peka terhadap komunitas di daerah terpencil yang berpotensi menimbulkan
dampak negatif terhadap budaya kaum perempuan dan gadis penyandang disabilitas
serta mengatasi isu-isu mereka melalui proses pengembangan berbasis komunitas.
C.
Deteksi dini, intervensi dini dan
pendidikan
Aksi yang diperlukan
18.
Pemerintah
harus:
(a)
Mengeksplorasi
kemungkinan pembentukan mekanisme koordinasi dan komunikasi yang efisien di
antara badan-badan pemerintah yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan dan
pendidikan untuk menyediakan layanan kepada bayi dan anak kecil penyandang
disabilitas berupa identifikasi dini, penilaian, rujukan, atau pendaftaran, intervensi dini dan layanan pada
perawatan kesehatan, prasekolah dan sekolah;
(b)
Menaruh
perhatian lebih untuk memastikan bahwa jumlah tenaga terlatih di layanan
intervensi dini untuk memberikan layanan kepada seluruh anak-anak penyandang
disabilitas dan keluarganya di daerah perkotaan, pedesaan dan terpencil
mencukupi;
(c)
Memajukan
akses penyandang disabilitas ke sistem pendidikan inklusif, termasuk memperoleh
keterampilan membaca, pendidikan orang dewasa dan belajar sepanjang hayat;
(d)
Memajukan
pendidikan untuk seluruh anak-anak, termasuk mereka dengan kelainan visual dan
pendengaran, tunanetra-rungu dan mereka yang menyandang disabilitas belajar dan
intelektual, sehingga disampaikan dalam bahasa serta ragam dan sarana
komunikasi yang paling tepat;
(e)
Mengambil
langkah-langkah tepat untuk melatih para profesional dan staf yang bekerja di
seluruh tingkat pendidikan serta mempekerjakan guru, termasuk guru penyandang
disabilitas, yang mahir dalam bahasa isyarat, tulisan Braille serta komunikasi
augmentatif dan alternatif;
(f)
Mengambil
langkah-langkah tepat, berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan, untuk
melibatkan penyandang disabilitas dalam olahraga, baik sebagai penonton maupun
peserta aktif.
D.
Pelatihan dan
ketenagakerjaan, termasuk wirausaha
Aksi yang diperlukan
19.
Pemerintah
harus:
(a)
Mengakui
hak penyandang disabilitas untuk bekerja, atas dasar kesetaraan dengan orang lain, dan memajukan perwujudan hak bekerja
bagi penyandang disabilitas, termasuk mereka menjadi disabilitas selama
melakukan pekerjaan;
(b)
Mengembangkan
strategi komprehensif untuk mengatasi hambatan bekerja bagi penyandang
disabilitas, terutama di daerah terpencil, pedesaan, pertanian dan yang secara
ekonomi depresi, serta menaruh perhatian khusus pada perkembangan baru dalam pendekatan
berbasis komunitas, untuk menjamin perbaikan akses sumber daya dan layanan,
seperti koperasi, usaha sosial, prakarsa
wirausaha, skema keuangan mikro serta pelatihan kerja dan sejawat;
(c)
Mengembangkan
kemitraan nasional dan multinasional, dengan dukungan dari organisasi
non-pemerintah, organisasi swa-bantu dan pemangku kepentingan lainnya, yang
bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas
dengan memberikan insentif untuk memfasilitasi perekrutan, retensi dan promosi,
meningkatkan kesadaran positif akan keterampilan pekerjaan mereka, serta
melaksanakan program pelatihan dan ketenagakerjaan bersama;
(d)
Mengikutsertakan
penyandang disabilitas dalam mengarusutamakan layanan ketenagakerjaan umum dan
menyediakan layanan pendukung kepada penyandang disabilitas dan pemberi
kerjanya agar mereka dapat membantu perekrutan, penempatan dan retensi kerja
penyandang disabilitas serta memelihara daftar nama penyandang disabilitas yang
siap bekerja sebagai rujukan untuk calon pemberi kerja;
(e)
Menyetujui
kebijakan dan praktek terkait pelatihan kesiapan kerja dan/atau keterampilan
pengembangan atau pelatihan kembali untuk orang dewasa penyandang disabilitas
yang kekurangan pengalaman kerja atau mereka yang keterampilannya ketinggalan
zaman atau mereka yang tidak lagi kembali ke pekerjaannya yang dahulu karena
disabilitas yang dimilikinya.
E.
Akses lingkungan terbangun dan transportasi umum
Aksi yang
diperlukan
20.
Pemerintah
harus:
(a)
Mengambil
langkah-langkah tepat untuk menegakkan standar-standar aksesibilitas secara
efektif dan memajukan aksesibilitas lingkungan terbangun dan transportasi umum
baik yang sudah ada maupun baru;
(b)
Memajukan
konsep desain universal di antara badan hukum umum dan swasta, dengan maksud
memberikan manfaat kepada penyandang berbagai disabilitas;
(c)
Menjamin,
berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan lainnya, bahwa seluruh layanan
yang terbuka dan tersedia untuk umum mempertimbangkan seluruh aspek
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas;
(d)
Mendorong
dan memajukan penelitian serta mengembangkan alat bantu mobilitas berkualitas
baik dengan harga terjangkau agar akses penyandang disabilitas ke lingkungan
terbangun, transportasi umum informasi dan komunikasi serta layanan lainnya
dimungkinkan;
(e)
Mengambil
langkah-langkah tepat untuk memajukan pariwisata yang mudah diakses.
F.
Akses informasi
dan komunikasi, termasuk informasi, komunikasi dan teknologi bantu
Aksi yang
diperlukan
21.
Pemerintah
harus:
(a)
Secara aktif memajukan aksesibilitas yang berkenaan
dengan informasi dan komunikasi, termasuk teknologi informasi dan komunikasi,
bagi penyandang disabilitas untuk menjamin penikmatan penuh hak-hak mereka dan,
dengan demikian, mematuhi Komitmen Tunisia dan Agenda Tunisia
dari Konferensi Tingkat Tinggi Dunia tentang Masyarakat Informasi;
(b)
Memajukan
produksi dan penyebaran informasi umum dalam bahasa serta cara dan sarana
komunikasi yang mudah diakses, termasuk bahasa sederhana, melalui teknologi
yang mudah diakses;
(c)
Mengambil
langkah-langkah tepat untuk memperkenalkan dan memajukan penggunaan bahasa
isyarat, tulisan Braille, sarana komunikasi augmentatif dan alternatif serta
seluruh sarana, cara dan bentuk komunikasi lainnya yang mudah diakses yang
dipilih oleh penyandang disabilitas di fasilitas dan layanan terbuka atau
tersedia untuk umum, serta di seluruh bentuk interaksi resmi lainnya;
(d)
Mengambil
langkah-langkah tepat, berkolaborasi dengan sektor swasta, memajukan
ketersedian berbagai bentuk bantuan langsung dan perantara, termasuk pemandu,
pembaca dan penerjemah bahasa isyarat profesional, untuk memfasilitasi
aksesibilitas penyandang disabilitas ke lingkungan terbangun, layanan yang
bersifat umum, termasuk layanan perbankan dan pos serta layanan yang tersedia
secara elektronik;
(e)
Memajukan,
bersama-sama dengan pemangku kepentingan lainnya, penelitian dan
pengembangan serta pengadaan teknologi
informasi dan teknologi bantu yang tunduk pada konsep desain universal dan
standar aksesibilitas yang diakui secara internasional;
(f)
Mengambil
langkah-langkah tepat untuk mendukung, berkolaborasi dengan organisasi
tunarungu nasional, pengembangan bahasa isyarat dan pelatihan penerjemah bahasa
isyarat, serta memperkenalkan penggunaan bahasa isyarat dalam proses
pendidikan, terkait pekerjaan dan hukum.
G.
Pengentasan kemiskinan melalui peningkatan kecakapan,
jaminan sosial dan program penghidupan berkelanjutan
Aksi yang
diperlukan
22.
Pemerintah
harus:
(a)
Mengarusutamakan
perspektif disabilitas dalam kerangka pembangunan nasional, seperti naskah
strategi pengentasan kemiskinan;
(b)
Meninjau
kebijakan dan praktek jaminan sosial yang ada dan mengubahnya, jika diperlukan,
untuk memajukan mobilitas pribadi, kesehatan, rehabilitasi dan layanan
rehabilitasi, pendidikan dan standar hidup yang layak serta perlindungan sosial
bagi penyandang disabilitas. Jika tidak ada, kebijakan yang ditujukan untuk menyediakan
layanan dasar harus dikembangkan dan dilaksanakan. Ketersediaan alat bantu
dasar yang memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas serta bantuan pribadi yang
dibutuhkan harus dimajukan.
IV.
STRATEGI KUNCI
23.
Kerangka
Aksi Milenium Biwako memiliki 10 strategi yang digolongkan ke dalam 4 bidang
“strategi untuk mencapai target Kerangka Aksi Milenium Biwako” berikut ini:
(a)
Rencana
aksi nasional disabilitas (lima tahun);
(b)
Pemajuan
pendekatan berbasis hak terhadap isu-isu disabilitas;
(c)
Statistik
disabilitas/definisi umum tentang disabilitas untuk perencanaan;
(d)
Memperkuat pendekatan berbasis komunitas untuk
mencegah penyebab disabilitas, rehabilitasi dan pemberdayaan penyandang
disabilitas.
24.
Strategi-strategi
berikut ini membangun dan mengembangkan strategi yang ditetapkan dalam Kerangka
Aksi Milenium Biwako. Mencerminkan pelajaran yang dipelajari dari upaya yang
telah dilakukan untuk melaksanakan Kerangka ini, dan kebutuhan mengatasi isu
dan masalah baru yang muncul sejak disetujuinya Kerangka ini. Oleh karena itu,
empat bidang strategi dalam Kerangka ini diuji ulang dan disusun ulang sebagai
berikut:
(a)
Memperkuat
pendekatan berbasis hak terhadap isu-isu disabilitas;
(b)
Memajukan
lingkungan yang memungkinkan dan memperkuat mekanisme yang efektif untuk merumuskan
dan melaksanakan kebijakan;
(c)
Meningkatkan
ketersediaan dan mutu data serta informasi disabilitas lainnya untuk merumuskan
dan melaksanakan kebijakan;
(d)
Memajukan
pembangunan disabilitas yang inklusif;
(e)
Memperkuat
pendekatan berbasis komunitas komprehensif terhadap isu-isu disabilitas untuk
mencegah penyebab disabilitas, untuk rehabilitasi dan pemberdayaan penyandang
disabilitas.
25.
Bidang
strategi yang disusun ulang, “memperkuat pendekatan berbasis hak terhadap
isu-isu disabilitas”, mengembangkan strategi yang ada: “Pemajuan pendekatan
berbasis hak terhadap isu-isu disabilitas,” dalam Kerangka Aksi Milenium
Biwako, dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar dari pendekatan
berbasis hak yang terkandung dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Bidang
strategi lain yang disusun ulang, “Memajukan lingkungan yang memungkinkan dan
memperkuat mekanisme yang efektif untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan,”
ditambahkan karena diperlukan untuk menegaskan kembali faktor-faktor
kelembagaan dan lainnya yang bisa memungkinkan dilaksanakannya pemajuan baik
dalam Kerangka Aksi Milenium Biwako maupun Biwako Plus Five. Strategi yang ada
di Kerangka Aksi Milenium Biwako, “rencana aksi nasional disabilitas (lima
tahun)”, diintegrasikan ke dalam strategi yang direvisi ini. Bidang strategi
yang disusun ulang, “meningkatkan ketersediaan dan mutu data dan informasi
disabilitas lainnya untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan”, mengembangkan
strategi yang ada: “Statistik disabilitas/definisi umum tentang disabilitas
untuk perencanaan” di Kerangka Aksi Milenium Biwako, dengan mempertimbangkan
kebutuhan untuk mengintensifkan upaya-upaya memperoleh dan memanfaatkan data
dan informasi disabilitas secara efektif. Bidang strategi yang disusun ulang,
“memajukan pembangunan disabilitas yang inklusif”, ditambahkan karena
pengarusutamaan perspektif disabilitas ke dalam kegiatan bantuan pembangunan
semakin dianggap efektif dalam mencapai tujuan Kerangka Aksi Milenium Biwako.
Bidang strategi yang disusun ulang, “Memperkuat pendekatan berbasis komunitas yang
komprehensif terhadap (a) pencegahan penyebab disabilitas, (b) rehabilitasi dan
(c) pemberdayaan para penyandang disabilitas,” mengembangkan strategi yang ada:
“Memperkuat pendekatan berbasis komunitas terhadap pencegahan penyebab
disabilitas, rehabilitasi dan pemberdayaan penyandang disabilitas”, yang
mencerminkan konsep rehabilitasi berbasis komunitas yang terus berkembang. Selanjutnya,
meskipun target 1, 8 dan 9 Kerangka Aksi Milenium Biwako ditetapkan untuk
tercapai sebelum 2007, Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya yang belum
mencapai target tersebut perlu melanjutkan upaya untuk mencapainya sesegera
mungkin. Strategi 6 dan 7 Kerangka, yang belum dibatalkan oleh persetujuan
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, dirumuskan ulang seperti strategi 4
dan 5 dalam dokumen ini.
A.
Memperkuat
pendekatan berbasis hak terhadap isu-isu disabilitas
Strategi 1
26.
Pemerintah
mencatat tren yang baru muncul tentang pemahaman disabilitas sebagai konsep
yang terus berkembang dan didorong untuk mengakui disabilitas sebagai hasil
interaksi antara penyandang gangguan serta sikap dan hambatan lingkungan yang
menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka di masyarakat atas dasar
kesetaraan dengan orang lain. Pemerintah didorong untuk meleburkan pemahaman
disabilitas ini ke dalam kebijakan yang telah ada dan yang baru. Perhatian khusus
harus diberikan untuk menghapus hambatan yang mencegah penyandang disabilitas
berpartisipasi secara penuh di masyarakat dan menjalankan hak-haknya.
Strategi 2
27.
Pemerintah
harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengubah atau mencabut hukum yang
tidak selaras dengan instrumen internasional hak asasi manusia dan disabilitas
di mana Pemerintah menjadi pihaknya, dan menyetujui hukum yang memajukan
hak-hak penyandang disabilitas.
Strategi 3
28.
Pemerintah
didorong untuk mengambil langkah-langkah, termasuk pengembangan dan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan antidiskriminasi, untuk memajukan dan melindungi
hak-hak penyandang disabilitas secara efektif.
Strategi 4
29.
Pemerintah
didorong untuk mempertimbangkan pembentukan mekanisme yang efektif, mandiri,
berperan sebagai penasehat dan representatif, atau menunjuk mekanisme yang ada,
untuk membantu memantau dan mengevaluasi pelaksanaan sistem hukum, administrasi
dan kelembagaan yang ditujukan untuk memajukan dan melindungi hak-hak
penyandang disabilitas.
Strategi 5
30.
Pemerintah
didorong untuk secara prioritas mempertimbangkan penandatanganan ratifikasi
atau aksesi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas dan Protokol Opsional
Konvensi, serta memajukan dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas
sehingga mereka bisa menikmati seluruh hak asasi manusia dan kebebasan
mendasar.
Strategi 6
31.
Pemerintah,
berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, harus mengambil
langkah-langkah positif dalam memfasilitasi ketersediaan akomodasi yang layak
untuk menyetarakan kesempatan yang ada bagi penyandang disabilitas di seluruh
bidang kehidupan. Akomodasi yang layak mengacu pada modifikasi dan penyesuaian
seperlunya dan tepat yang tidak memberi beban tidak proporsional dan tidak
semestinya, jika dibutuhkan dalam hal tertentu, untuk menjamin bahwa penyandang
disabilitas bisa menikmati dan melaksanakan, atas dasar kesetaraan dengan orang
lain, seluruh hak asasi manusia dan kebebasan mendasar.
Strategi 7
32.
Pemerintah
harus memajukan akses keadilan bagi penyandang disabilitas atas dasar
kesetaraan dengan orang lain.
B.
Memajukan
lingkungan yang memungkinkan dan memperkuat mekanisme yang efektif untuk
merumuskan dan melaksanakan kebijakan
Strategi 8
33.
Pemerintah
di seluruh tingkat didorong untuk mengembangkan dan memperbaharui rencana aksi
disabilitas dengan target waktu yang jelas dan mengalokasikan sumber daya yang
cukup untuk melaksanakan rencana dan memantau pelaksanaannya. Jika diperlukan,
pelajaran yang dipelajari dari rencana aksi sebelumnya harus dipertimbangkan.
Strategi 9
34.
Pemerintah
harus, jika belum melakukannya, membentuk atau menunjuk mekanisme kelembagaan
untuk mengkoordinasi dan memantau kebijakan dan program terkait disabilitas;
hal ini harus menjamin keefektifan dan keteraturan baik partisipasi perwakilan
seluruh kementerian maupun partisipasi penyandang disabilitas. Pemerintah
daerah harus menjadi bagian menyeluruh dari mekanisme ini.
Strategi 10
35.
Pemerintah
harus, dalam batas kemampuan ekonomi dan tingkat pembangunannya, membiayai
pelaksanaan kebijakan dan program terkait, pengumpulan data dan peningkatan
kecakapan pejabat pemerintah, para ahli dan penyandang disabilitas serta
pelaksanaan mekanisme koordinasi hal-hal terkait disabilitas secara memadai dan
berkelanjutan.
Strategi 11
36.
Seluruh
pemangku kepentingan harus meningkatkan kesadaran akan pendekatan berbasis hak
dan pembangunan disabilitas yang inklusif melalui jaringan dan kolaborasi yang
efektif dengan media, lembaga penelitian, profesional hukum, lembaga donor dan
pembangunan serta sektor swasta.
Strategi 12
37.
Pemerintah,
bersama-sama dengan pemangku kepentingan lainnya, harus menjamin bahwa Kerangka
Aksi Milenium Biwako dan dokumen ini disebarluaskan dengan cara yang tepat.
C.
Meningkatkan
ketersediaan dan mutu data dan informasi disabilitas lainnya untuk merumuskan
dan melaksanakan kebijakan
Strategi
13
38.
Pentingnya
pengumpulan data tentang disabilitas harus ditekankan dan dianjurkan tidak
hanya di dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa tetapi juga di antara
pengambil keputusan di tingkat nasional, termasuk biro statistik nasional,
serta lembaga akademis, organisasi swa-bantu dan organisasi masyarakat sipil
lainnya.
Strategi
14
39.
Pemerintah
didorong untuk mengembangkan kebijakan dan hukum yang mengamanatkan pengumpulan
data tentang disabilitas, serta mengalokasikan sumber daya yang diperlukan.
Kebijakan dan hukum tersebut harus, antara lain, menghormati privasi penyandang
disabilitas.
Strategi 15
40.
Sejauh
mungkin, data harus diklasifikasikan berdasarkan status sosial ekonomi penyandang
disabilitas, termasuk jenis gangguan, jenis kelamin, umur, pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan.
Strategi 16
41.
Pemerintah
harus membangun kecakapan nasional agar data tentang disabilitas bisa
dikumpulkan secara secara berkala melalui sensus dan survey penduduk serta disebarluaskan.
Strategi 17
42.
Pemerintah didorong untuk mengembangkan metode
pengumpulan data yang inovatif untuk menggambarkan kebutuhan penyandang
disabilitas, khususnya mereka yang buta huruf atau tinggal di daerah terpencil.
Strategi 18
43.
Pemerintah didorong untuk melakukan pengkajian
berkala terhadap dampak kebijakan dan program yang dimaksudkan untuk
memperbaiki situasi penyandang disabilitas dan menjamin bahwa mereka menikmati
hak asasi manusia dan kebebasan mendasarnya secara penuh.
Strategi 19
44.
Pemerintah, berkooperasi dengan ESCAP, harus,
sebagaimana diperlukan, mengambil langkah-langkah untuk menegaskan masalah
penyandang disabilitas dan mengembangkan rencana aksi mendatang melalui
kuesioner dan survey, tergantung pada ketersediaan sumber daya.
Strategi 20
45.
ESCAP, organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa,
lembaga dan organisasi antar pemerintah lainnya, harus, atas permintaan, membantu
pemerintah dalam menetapkan standar statistis dan merumuskan kebijakan tentang
penyandang disabilitas.
D.
Memajukan
pembangunan disabilitas yang inklusif
Strategi 21
46.
Pemerintah
di seluruh tingkat, berkolaborasi dengan organisasi dan lembaga pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi pembangunan internasional, regional dan
nasional, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil lainnya, harus
mengarusutamakan perspektif disabilitas dalam pembangunan dan pelaksanaan
seluruh rencana pembangunan sosial dan ekonomi, khususnya yang terkait Tujuan
Pembangunan Milenium. Pembangunan indikator disabilitas dalam Tujuan
Pembangunan Milenium harus dipertimbangkan.
Strategi 22
47.
Organisasi
dan lembaga internasional, regional dan nasional, termasuk organisasi dan
lembaga pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, didorong untuk mengarusutamakan
perspektif disabilitas ke dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan dan
program umum mereka. Kooperasi ekonomi dan teknis harus menjadi bagian yang
menyeluruh dari upaya ini.
Strategi 23
48.
Manajemen
bencana disabilitas yang inklusif harus dimajukan. Perspektif disabilitas
sepatutnya harus diikutsertakan dalam pelaksanaan kebijakan dan prakarsa di
bidang ini, termasuk Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015, kerangka internasional
untuk memajukan komitmen pemerintah terhadap manajemen bencana. Konsep desain
universal harus diintegrasikan ke dalam pembangunan infrastruktur berupa siaga
bencana dan kegiatan rekonstruksi pasca bencana.
E.
Memperkuat
pendekatan berbasis komunitas komprehensif terhadap isu-isu disabilitas untuk
mencegah penyebab disabilitas, rehabilitasi dan pemberdayaan penyandang
disabilitas.
Strategi 24
49.
Pemerintah, berkolaborasi dengan organisasi dan
lembaga pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi dan lembaga
pembangunan internasional, regional dan nasional, sektor swasta dan organisasi
masyarakat sipil lainnya, didorong untuk menerapkan langkah-langkah
rehabilitasi berbasis komunitas yang komprehensif, dengan mempertimbangkan
rekomendasi yang terkandung dalam naskah sikap bersama ILO/UNESCO/WHO
sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 di atas.
Strategi 25
50.
Pemerintah didorong untuk mengambil langkah-langkah
tepat dan efektif untuk mengurangi penyebab disabilitas yang dapat dicegah,
seperti kecelakaan lalu lintas dan penyakit.
V.
MENINGKATKAN KOOPERASI
DAN DUKUNGAN DALAM MENCAPAI KERANGKA AKSI MILENIUM BIWAKO
51.
Kerangka
Aksi Milenium Biwako memiliki tujuh strategi yang yang digolongkan ke dalam
tiga bidang “kooperasi dan dukungan dalam mencapai Kerangka Aksi Milenium
Biwako”, yaitu “kooperasi dan kolaborasi subregional”, kolaborasi regional” dan
“kolaborasi antarregional”. Berikut merupakan strategi tambahan untuk
memperkuat pelaksanaan target Kerangka Aksi Milenium Biwako.
Strategi 26
52.
Bersama-sama
dengan mitra seperti Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Organisasi Buruh Internasional, Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia, Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi
Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dana
Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Kesehatan Dunia, serta dana,
lembaga dan badan hukum terkait lainnya di dalam sistem Perserikatan
Bangsa-Bangsa, ESCAP harus meningkatkan koordinasi antar lembaga untuk
melaksanakan Kerangka Aksi Milenium Biwako dan Biwako Plus Five secara efektif.
Strategi
27
53.
Pemerintah
dan organisasi internasional didorong untuk meningkatkan kooperasi dan
kolaborasi subregional dengan melibatkan mereka dalam organisasi pemerintah subregional
dan melalui program dan proyek regional, seperti Program Ekonomi Khusus Asia Tengah
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kolaborasi dengan organisasi, proyek dan kegiatan
regional dan subregional terkait
disabilitas, seperti Pusat Pembinaan Disabilitas Asia Pasifik, Forum
Disabilitas Asia dan Pasifik dan Forum Kepulauan Pasifik, harus didorong.
Strategi
28
54.
Dalam
mendukung efektivitas pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako dan Biwako Plus
Five, ESCAP didorong untuk mengembangkan jaringan pengetahuan serta
menyebarluaskan dan menukar informasi di seluruh wilayah mengenai praktek yang
baik dalam berkooperasi dengan pemangku kepentingan, termasuk organisasi
masyarakat sipil dan sektor swasta dan dalam bermitra dengan forum
internasional dan regional, seperti Pusat Pembinaan Disabilitas Asia Pasifik,
Forum Kepulauan Pasifik dan Forum Disabilitas Asia dan Pasifik.
VI.
MENINGKATKAN EFEKTIVITAS
PEMANTAUAN DAN TINJAUAN
55.
Tinjauan
pelaksanaan Kerangka Aksi Milenium Biwako dan Biwako Plus Five harus
diselenggarakan di akhir Dasawarsa, pada 2012, di tingkat regional, subregional
dan nasional.
[1] Lihat resolusi Komisi 48/3 tanggal
23 April 1992.
[2] Lihat resolusi
Komisi 59/3 tanggal 4 September 2003 (untuk naskah Kerangka Aksi Milenium
Biwako, lihat E/ESCAP/APDDP/4/Rev.1).
[3]
Disetujui
di Pertemuan Tingkat Tinggi Antar Pemerintah dalam Peluncuran Dasawarsa
Penyandang Disabilitas Asia dan Pasifik, yang diselenggarakan di Beijing, 1-5
Desember 1992. Lihat juga resolusi Komisi 49/6 tanggal 29 April 1993 tentang
Pernyataan Resmi dan Agenda Aksi Dasawarsa Penyandang Disabilitas Asia dan
Pasifik, 1993-2002.
[4]
Resolusi Majelis Umum 61/106 tanggal 13 Desember 2006, lampiran
I dan II.
[5] Kantor
Perburuhan Internasional, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan dan Organisasi
Kesehatan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa, CBR: Strategi Rehabilitasi, Kesetaraan Kesempatan, Pengentasan Kemiskinan
Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas (Jenewa, Organisasi Kesehatan Dunia,
2004).
[6] Lihat A/60/687.
[7] Resolusi Majelis
Kesehatan Dunia WHA58.23 tanggal 25 Mei 2005 tentang disabilitas termasuk
pencegahan, manajemen dan rehabilitasi.
[8] A/CONF.206/6 and Kor.1, bab.I, resolusi 2.
[9]
E/ESCAP/902, lampiran I.
[10] Resolusi Majelis Umum 60/1 tanggal 16 September 2005.