Shutterstock.com |
Kejang demam atau dalam bahasa Inggris disebut febrile seizures (febrile convulsions) terjadi pada
anak-anak berusia 6 bulan sampai 6 tahun. Patofisiologi kejang demam masih terus dipelajari. Beberapa
peneliti menduga bahwa proses biologis terkait suhu tubuh tinggi mungkin menjadi
penyebabnya. Suhu tubuh tinggi diduga disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus
yang menstimulasi pelepasan sitokin. Sitokin adalah protein yang mempengaruhi
bagian-bagian sistem otak dan saraf yang bertanggung jawab mengatur suhu tubuh.
Pada orang-orang tertentu, tingginya tingkat sitokin mungkin ‘mengacaukan’
kerja otak dan sistem saraf sementara waktu dan memicu kejang.
Penyebab kejang demam belum diketahui, meskipun kondisi ini
menurun dalam beberapa keluarga. Sekitar 1 dari 4 anak yang mengalami kejang
demam memiliki riwayat keluarga akan kondisi tersebut. Jika salah satu orang
tua mengalami kejang demam semasa kecil, maka resiko bagi anak meningkat 10-20
persen. Jika kedua orang tua dan anaknya
mengalami kejang demam, resiko bagi anak lainnya meningkat 20-30 persen.
Fakta bahwa kejang demam menurun dalam keluarga kemungkinan disebabkan satu
atau lebih mutasi genetika yang diwarisi dari orang tuanya, yang membuat mereka
lebih rentan terhadap kejang. Mutasi genetika terjadi ketika instruksi normal
yang dibawa gen tertentu menjadi ‘kacau’. Artinya bahwa beberapa proses tubuh
tidak bekerja secara normal.
Selain faktor riwayat keluarga, resiko kejang demam meningkat
jika, antara lain, si ibu merokok dan
meminum alkohol selama masa kehamilan, vaksinasi anak dan si anak terjangkit
infeksi seperti infeksi virus, infeksi telinga tengah dan tonsil.
Kejang deman dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:
a.
Kejang demam sederhana
Kejang demam sederhana merupakan tipe yang paling umum,
berlangsung tidak lebih dari 15 menit dan tidak kambuh dalam 24 jam atau dalam jangka
waktu si anak sakit. Biasanya, si anak kehilangan
kesadaran, tubuhnya kaku, kejang atau kedutan berirama pada lengan atau kaki.
Setelah kejang, si anak mungkin akan mengantuk namun tidak memiliki kelemahan
pada lengan dan kaki.
b.
Kejang demam kompleks
Berlangsung lebih dari 15 menit dan lebih dari sekali dalam 24
jam. Si anak tidak benar-benar pulih dari kejang dalam waktu 1 jam. Setelah
kejang, si anak mungkin mengalami kelemahan sementara pada lengan dan kaki. Kejang
demam ini berdampak pada sebagian tubuh saja. Misalnya, hanya satu lengan atau
satu kaki yang bergetar.
Obat resep jarang digunakan untuk mencegah kejang demam. Namun,
dokter kadang-kadang memberikan obat antikonvulsan untuk mencegah si anak mengalami
kejang demam lagi seperti fenobarbital, asam valproik dan sodium divalproex. Beberapa antikonvulsan mungkin bisa
mengatasinya, tetapi biasanya tidak dianjurkan karena mengakibatkan efek
samping seperti hiperaktif, kelelahan,
mudah terkejut (iritabilitas), serta gangguan bicara, gerak dan tidur.